Sukses

Komnas HAM: Kenapa Satpol PP Ikut Penggusuran Pulogadung?

Siane menilai pendekatan secara hukum jangan selalu dikedepankan. Sebab, hukum seringkali tidak memihak pada rakyat kecil.

Surat rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak mempengaruhi eksekusi lahan di Kampung Srikandi, Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur. Alasannya, rekomendasi Komnas HAM tidak memiliki alasan yuridis.

Komisioner Komnas HAM Siane Indriani mengakui, Komnas HAM tidak memiliki kewenangan yuridis. Tetapi, Komnas HAM mengkritik kehadiran Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP pada eksekusi lahan ini.

"Satpol PP kok menjadi eksekutor utama? Padahal kan bukan kewenangannya. Satpol PP itu mengamankan Perda, bukan eksekusi pengadilan," kata Siane saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (23/5/2013).

Siane menilai pendekatan secara hukum jangan selalu dikedepankan. Sebab, hukum seringkali tidak memihak pada rakyat kecil. Belum lagi, kata dia, peran Satuan Polisi Pamong Praja yang dinilai kerap menyimpang. Satpol PP sering menjadi eksekutor utama dalam konflik pertanahan.

"Memang Komnas HAM tidak memiliki kewenangan yuridis. Hanya imbauan secara moral untuk meminimalisir potensi konflik yang berujung pada pelanggaran HAM," kata

Untuk itu, Komnas HAM sangat menyayangkan terus dijalankan eksekusi lahan di Kampung Srikandi. "Kita menyayangkan cara-cara represif dan kekerasan. Gunakan pendekatan yang lebih manusiawi," ujar Siane.

Sengketa lahan ini dimenangkan Eksekusi PT Buana Estate. Kuasa Hukum PT Buana Estate, Ariyono Sitorus mengatakan, eksekusi yang dilakukan sejak kemairn pagi itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. "Makanya kita lakukan pagi hari dan itu sah-sah saja," ujar Ariyono kemarin.

Perintah Pengadilan

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjelaskan penempatan Satpol PP untuk mengamankan penggusuran itu berdasarkan prosedur tetap (protap). Sebab penggusuran adalah perintah dari pengadilan negeri. Pemrov DKI Jakarta hanya melaksanakan tugas.

"Protap itu memang mesti Satpol PP. Memang susah orang. Kalau kita turunkan polisi, dia bilang salah peraturan. Jadi untuk pengamanan Pemrov itu, Satpol PP di depan. Baru polisi back up. Setelah polisi minta bantuan, baru TNI," jelas Ahok.

"Situasi sekarang memang susah. Orang menafsirkan tentang HAM, tentang dizalimi menzalimi itu terbalik-terbalik. Karena 30-40 tahun salah. Kita lakukan pembenaran, tentu ada benturan. Sekarang sudah mulai terasa kan benturan-benturan sama kita kan," tutup Ahok. (Ism/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.