Sukses

Komnas HAM Laporkan Kasus Bioremediasi Chevron ke Presiden

Komnas HAM akan melaporkan hasil investigasi kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia kepada Presiden SBY.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan melaporkan hasil investigasi kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah lembaga penegak hukum lainya.

"Denga hasil ini sesungguhya kami sudah bisa menyimpulkan bahwa besok Senin sudah kami kirimkan ke Presiden, Komisi Judicial, Komisi III DPR RI. Dan sudah kami sampaikan kita bukan hanya mengirimkan saja, tapi kita mengirimkan langsung, jadi ada sebuah gerakan secara visual bahwa upaya Komnas HAM bisa dilihat dan dirasakan supaya bisa ditindaklanjuti," ujar Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai di kantornya, Jakarta, Selasa (21/5/2013).

Natalius mengaku, pihaknya sudah mengumpukan sejumlah data terkait kasus ini. Ini menjadi kasus pertama dengan berkas terbanyak mencapai 400 halaman dibanding kasus lain yang biasanya hanya 30 atau 40 halaman. "Ini sebuah kejahatan hukum luar biasa. Yang seharusnya tidak salah, disalahkan. Keadilan itu dirasakan benar atau tidak bukan keputusanya."

Lebih lanjut, Natalius mengatakan, sebagai tindak lanjut laporan ini Komnas HAM selain melakukan rekomendasi juga sesuai kewenangan undang-undang pihaknya akan melakukan perang terbuka di jalur hukum.

"Kami akan menjadi mitra peradilan, kami akan mendatangi. Tapi sesuai Pasal 8 ayat 3 harus atas persetujuan ketua pengadilan. Mudah-mudahan kita benar-benar menjadi mitra peradilan. Jadi itu tindak nyata kita," tegasnya.

Terkait kasus ini, Natalius melihat ada sebuah kejanggalan dalam proses peradilan. Misalnya, dalam kasus ini pihak pengadilan tidak mengadili top manajemen PT Chevron dan hanya mengadili manajemen menengah ke bawah.
"Jadi ini kami memandang siapa yang berhak tanggung jawab secara hukum. Apakah di top manajemen, midle atau lower?" cetusnya.

"Kami menyimpulkan bahwa mereka yang menjadi korban bukan yang bertanggungjawab, yang berhak adalah masih banyak atasan lain, paling tidak bukan dia menjadi korban yang sama, tapi dia bertanggungjawab secara hukum di peradilan," tukas Natalius.

Di sisi lain ada stigma di masyarakat sehingga timbul diskriminasi hukum, dimana perusahaan Chevron belakangan ini bagai antek-antek Amerika. Sedangkan yang menjadi korban adalah rakyat Indonesia. "Jadi disamakan itu, ini kan salah kaprah. Padahal yang korban warga kita. Padahal hak asasi itu individual gak bisa dikomunalkan."

"Yang jadi pertanyaan kenapa warga lain ga dihadirkan? Apa takut kejaksaan? Berarti kan kalian simpulkan sendiri," ujarnya heran.

Natalius juga melihat kejanggalan lain dalam kasus ini seperti soal perijinan dari pihak kontraktor. Padahal seharusnya menurut undang-undang di Kementrian Lingkungan Hidup, kontraktor tak wajib memiliki ijin pertambangan. "Setelah kita teliti kontraktor tak wajib memiliki ijin sesuai dengan KLH itu sama tak wajib. Jadi yang perijinan yang dimiliki Chevron sudah cukup."

Maka itu Komnas HAM menyimpulkan ada 4 aspek pelanggaran HAM dengan  11 varibel kejanggalan dan pelanggaran. Pertama terjadinya pelanggaran hak perlakuan hukum yang sama, kedua hak untuk tidak ditangkap sewenang-wenang, ketiga mendapatkan pengandilan jujur, adil dan berimbang, dan keempat hak untuk dipidana karena perjanjian perdata.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.