Sukses

Kontras: Proses Hukum Kasus Lapas Sleman Berpotensi Pengaburan

Proses hukum kasus penyerangan Lapas Cebongan, Sleman terancam bakal terjadi pengaburan, karena tidak ada perkembangan signifikan.

Proses hukum kasus penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terancam bakal terjadi pengaburan, karena tidak ada perkembangan signifikan. Demikian dinyatakan Koordinator Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar.

"Kontras sudah memantau dan menginvestigasi lebih dari sebulan proses hukum kasus ini di lapangan. Kedua, kami dampingi korban. Ketiga, memantau proses hukum setelah Tim Sembilan dibentuk tim AD. Kemudian ditemukan 11 anggota Kopassus. Hari ini kami ingin berikan catatan baik yang sudah dilakukan TNI AD, LPSK, dan kepolisian," ujar Haris dalam jumpa pers di kantorya, Jakarta, Selasa (21/5/2013).

Menurut dia, proses hukum terhadap para tersangka dilakukan secara tidak informatif, partisipatif, dan pengaburan. "Pertama, satu yang ingin kami kritisi, kami anggap proses hukum yang dilakukan tak informatif, partisipatif dan berpotensi pengaburan dalam fakta di Cebongan," jelas Haris.

Hal ini, jelas Haris, terbukti dari proses hukum yang tetap terpisah dan tidak saling menguatkan di antara pihak TNI dan Polri. Pada bagian TNI, tidak ada perkembangan signifikan. Fakta yang diolah tidak berubah dari temuan kunjungan ke markas group II Kopassus yaitu 11 pelaku.

"Patut diduga proses beberapa minggu hanya upaya memasukan keterangan sejumlah korban ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kami mempertanyakan apakah saksi-saksi yang dipanggil termasuk para komandan di TNI dan apakah pihak kepolisian mengetahui intimidasi dari Kopassus sebelum peristiwa Cebongan?" tuturnya.

Cuci Tangan

Kepala Divisi Advokasi Hukum dan HAM Kontras Yati Andriani menyebutkan, fakta di kepolisian menunjukkan tidak adanya tindakan hukum dari kepolisian yang terbuka atas kegagalan Polda DIY dalam mencegah terjadinya eksekusi terhadap 4 tahanan. Hal ini mengindikasikan pihak Polri berupaya cuci tangan atas peristiwa pembunuhan ini.

"Setelah kami mengadukan ke Kompolnas, kami kecewa. Karena terlalu mudah menyimpulkan dan hanya mengonfirmasi pihak kepolisian. Kompolnas telah menjadi instrumen menutupi pertanggungjawaban Polda Yogyakarta," ujarnya.

Pemindahan para terdakwa ke lapas, lanjut Yati, bukan dalam rangka untuk melindungi para terdakwa, tapi justru memudahkan si pelaku untuk mengeksekusi pembunuhan di Lapas.

"Dalam hal ini, kami sudah melaporkan ke Kompolnas. Tapi kami cukup kecewa tindak lanjut Kompolnas hanya meminta klarifikasi dari Polda DIY dan mudah menyimpulkan menjadi tanggung jawab Polda. Kami kecewa, karena tidak cukup hanya mengkonfirmasi," tuturnya.

Menurut Yati, Kontras menyayangkan sejumlah institusi yang tidak koordinatif dalam bekerja. Pertama, pihak kepolisian yang tidak jelas mengenai informasi penyerahan berkas penyelidikan awal sebelum penyidikan dilimpahkan ke penyidik TNI. Kedua, LPSK yang sampai saat ini belum memberikan jawaban atas permohonan perlindungan keluarga korban. LPSK hanya memberikan perlindungan terhadap saksi di Lapas.

"Ketiga, peran LPSK yang tidak informatif dalam menjamin keamanan para saksi dalam memberikan keterangan. Keempat, kami prihatin dengan perlakuan Polda DIY yang menolak memberikan jaminan sosial kepada keluarga Juan Mambait yang dijamin dalam PP 42/2010 tentang Hak-hak Anggota Kepolisian RI," tutup Yati.

Tersangka Jadi 12 Orang

Meski Kontras menyebut proses hukum kasus penyerangan Lapas Sleman berpotensi, namun Kepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro Kolonel Widodo Raharjo di Markas Detasemen Polisi Militer IV/5 Semarang baru saja mengumumkan perkembangan terbaru.

Dia menyatakan tersangka penyerangan Lapas Sleman bertambah menjadi 12 orang. "Dari pengembangan pemeriksaan, jumlah tersangkanya bertambah 1 menjadi 12 orang," kata Widodo di Markas Detasemen Polisi Militer IV/5 Semarang.

Diungkapkan Widodo, 1 tersangka tambahan tersebut adalah Sersan Kepala S. Namun, ia tidak menjelaskan peran dari tersangka terakhir ini. (Riz/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.