Sukses

Fraksi Golkar: Pemerintah Terlalu Lama `Goreng` Isu Kenaikan BBM

Pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar pada Juni mendatang.

Pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar pada Juni mendatang, seiring dengan pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013. Namun rencana ini merupakan yang kesekian kalinya.

Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo secara tegas menilai pemerintah terlalu lamban dalam memutuskan kebijakan tentang kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Sehingga hanya menimbulkan ketidakpastian di masyarakat.

"Terlalu lama pemerintah 'menggoreng' isu kenaikan harga BBM bersubsidi," kata Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Minggu (19/5/2013).

Menurut Bambang, lambannya pemerintah dalam menetapkan kebijakan menyebabkan masyarakat di akar rumput, atau masyarakat, merupakan hal yang aneh, karena pemerintah memelihara ketidakpastian tentang kebijakan tersebut sampai sekian lama.

Sehingga, menurut Bambang, akibat yang ditimbulkannya justru sangat serius bagi masyarakat. "Harga sejumlah komoditas kebutuhan pokok, seperti beras, bawang dan cabai, mulai naik," ujar Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia itu.

Selain komoditas kebutuhan pokok, lanjutnya, harga bahan bangunan juga menunjukan kecenderungan yang sama. "Inilah ekses atau kerusakan yang diakibatkan oleh berlarut-larutnya ketidakpastian harga baru BBM bersubsidi," ujarnya.

Alasan harga baru BBM bersubsidi akan ditetapkan pemerintah setelah DPR merespons proposal dana kompensasi, kata Bambang, adalah perilaku tidak bertanggungjawab. Meskipun proposal dana kompensasi itu populis.

Secara tegas, anggota Komisi III itu menyatakan, tidak semestinya penekanan pada dana kompensasi itu menjadi sumber masalah yang merugikan puluhan hingga ratusan juta orang.

"Artinya, terlalu mahal harga yang harus dibayar warga, kebanyakan akibat ketidakpastian sekarang ini," kata Bambang.

Ketidakadilan, menurut Bambang, terjadi karena pemerintah lebih memprioritaskan lolosnya proposal dana kompensasi untuk melayani 15,5 juta keluarga atau kelompok sasaran dari dana kompensasi itu.

"Kenaikan harga BBM selalu mengeskalasi persoalan yang tidak bisa dielakan oleh rakyat kebanyakan," ujarnya. Sehingga, menurutnya, beban kehidupan menjadi bertambah berat, karena semua komoditas kebutuhan pokok tidak mudah diperoleh. Apalagi, pasar tidak mau berkompromi.

"Kalau biaya distribusi naik akibat naiknya harga BBM, menaikan harga komoditas kebutuhan pokok menjadi pilihan yang tak terhindarkan," tutup Bambang. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.