Sukses

BK: Mayoritas Anggota DPR Pemalas Berlatar Pengusaha

Menurut BK anggota DPR yang lebih banyak membolos berlatar belakang pengusaha karena mereka sudah menghabiskan dana miliaran rupiah untuk kampanye.

Badan Kehormatan DPR terus berupaya memperbaiki citra dan kinerja anggota dewan dengan mempublikasikan absensi kehadiran mereka di sidang paripurna. Menurut kajian BK angota DPR yang lebih banyak membolos adalah yang berlatar belakang pengusaha.

Anggota Badan Kehormatan DPR Ansory Siregar menjelaskan absensi anggota dewan periode 2004-2009 jauh lebih baik ketimbang Periode 2009-2014. Karena anggota sekarang hampir 50 persen menghabiskan uang untuk kampanye hingga Rp 5 miliar ke atas. Bahkan ada yang menghabiskan Rp 10-15 miliar sebanyak 25 persen, Rp 21-25 miliar sebanyak 20 persen, bahkan ada yang menghabiskan Rp 100 miliar sampai Rp 1 triliun sebanyak 5 persen.

"Jadi bisa dibayangkan punya Rp 5 miliar ke atas untuk menghadiri suatu rapat dia sudah mewah, jadi malas. Karena pengusaha 4 bulan saja sudah jadi anggota DPR," ujar Ansory usai berdiskusi di Cikini, Menteng Daun, Jakarta, Sabtu (18/5/2013).

Karena itu, Ia menambahkan, BK DPR mengaku kesulitan dengan banyaknya kalangan pengusaha dalam rangka memperbaiki kinerja anggota dewan.

"Untuk memperbaiki ini BK kalau lihat background-nya seperti ini agak susah. Tapi kita akan mengusahakan terus. Dari Oktober 2011 sampai sekarang sudah ada peningkatan," jelas Ansory.

Di sisi lain, Ia mengingatkan, budaya malu di negeri ini sudah hilang terutama di kalangan elit politik. Alhasil, perbaikan kinerja di DPR dan lembaga tinggi negara lain sulit berjalan dengan baik.

"Budaya malu kita sudah nggak ada. Di luar negeri kalo (diduga terlibat) korupsi mereka mundur. Nah, ini memang transisi demokrasi seperti ini. Mungkin kita butuh 5 sampai 10 tahun lagi bisa tercipta. Makanya kita perkuat lembaga-lembaga misalnya DPR perkuat BK-nya," imbuh Ansory

Ia menambahkan, sejak 2004 pihaknya telah mengusulkan anggota DPR 50 persen dari kalangan seperti akademisi, para tokoh, dan sebagainya. Namun, usul itu mendapat penolakan dari semua fraksi.

"Dan sekarang kami usulkan ditolak juga. Jadi budaya malu itu benar-benar sudah hilang. Jadi perlu penguatan di lembaga-lembaga sebelum ke menata demokrasi menjadi baik," tandas Ansory. (Adi/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini