Sukses

PKS: Pencalegan Atas Dasar Kroni Rusak Demokrasi

Proses kaderisasi dengan mengedepankan pola kroni akan menunjukan proses kaderisasi tidak berjalan. Nilai-nilai demokrasi dinilai tidak diambil secara utuh.

Proses penempatan calon anggota legislatif (Caleg) atas dasar kedekatan hubungan keluarga dan kerabat mendapatkan kritikan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Lantaran, proses penempatan caleg atas dasar kroni telah merusak sistem demokratisasi yang telah dibangun di Indonesia.

"Jadi permasalahan kroni dalam proses rekruitmen dalam parpol itu sangat akan menjadi masalah dalam membangun demokrasi di negeri kita," kata Indra, Ketua DPP PKS dalam acara dialog pemilu di Kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (10/5/2013).

Indra yang juga merupakan Anggota Komisi III DPR RI ini menjelaskan, proses kaderisasi dengan mengedepankan pola kroni akan menunjukan proses kaderisasi tidak berjalan. Nilai-nilai demokrasi dinilai tidak diambil secara utuh.

"Nah begitu juga dalam proses pemilihan ke depan. Jadi akhirnya partai bukan menjadi sarana publik tetapi hanya menjadi sarana keluarga atau kelompok, jadi itu tidak sehat," tuturnya.

Indra menjelaskan, pola rekrutmen dengan mengedepankan kroni itu tidak terjadi di PKS. Karena keputusan dari majelis syura PKS yang melarang bahwa jika istri jadi caleg maka suami tidak boleh juga menjadi caleg.

"Bahkan kalau suami sudah jadi walikota maka istrinya tidak boleh jadi pejabat negara juga bahkan anaknya juga gak boleh," imbuhnya. Karena, pola seperti itu akan menjadi masalah sendiri bagi partai bila pola nepotisme dan kroni masih dipertahankan.

"Karena partai yang akan bertahan ke depan itu adalah partai yang punya sistem yang jelas yang memiliki kaderisasi yang jelas dan ideologi yang kuat. Jadi era kroni itu sudah lewat di masa orde baru," pungkasnya. (Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini