Sukses

Asa Korban Perbudakan di Pundak LPSK

Pelaporan ke LPSK adalah sebagai jaminan hukum terhadap buruh selama proses penyidikan dan persidangan.

Sejumlah asa atau harapan dibebankan di pundak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) telah menyambangi LPSK untuk meminta perlindungan hukum. Upaya ini terkait para buruh yang dianiaya pemilik pabrik wajan di Desa Lebak Wangi, Tangerang, Banten.

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, pelaporan ke LPSK adalah sebagai jaminan hukum terhadap buruh selama proses penyidikan dan persidangan.

"Jadi kita telah memberikan secara tertulis permohonan resmi kepada LPSK. Ada 4 poin yang berharap sekali lembaga perlindungan ini bisa melaksanakannya. Intinya kita butuh perlindungan hukum. Itu bila ada ancaman kekerasan fisik, serta sebagai media penyembuhan. Ya tahulah, mental anak-anak ini pasti masih trauma," jelas Haris di Jakarta, Selasa (7/5/2013).

Dari 34 buruh itu, ucap Haris, masih ada beberapa anak berusia di bawah umur. Jadi LPSK juga harus melihat pasal-pasal lain yang bisa memberatkan.

"Sekarang kan pasal yang diberatkan kepada tersangka masih sebatas penganiayaan. Tetapi jika dilihat dari umur saja, menurut saya masih ada pasal lain. Ibaratnya kan itu memekerjakan anak di bawah umur. Sini juga termasuk kejahatan yang terorganisir, mulai dari proses perekrutan sampai penganiayaan. Jadi sangat banyak yang bisa ditelusuri kembali," ujar Haris.

Siang tadi Kontras telah menyerahkan permohonan ke LSPK. Anggota LPSK Lili Pintauli Siregar mengatakan pihaknya akan bergerak cepat setelah menyelesaikan koordinasi dengan Polri, Polda Metro Jaya dan juga Polresta Tangerang. "Karena ini adalah kasus besar, maka semua jajaran berwajib akan kita hubungi," ujarnya

Praktik perbudakan terungkap setelah Polda Metro Jaya dibantu Polresta Tangerang menggerebek sebuah pabrik pengolahan limbah menjadi kuali di Kampung Bayur Opak RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi. Pabrik yang mempekerjakan 34 buruhnya secara tidak manusiawi itu milik pria bernama Yuki Irawan.

Dengan pengawasan sejumlah mandor, 34 buruh bekerja dari pukul 06.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB tanpa jeda waktu istirahat yang seimbang. Mereka bahkan bekerja selama berbulan-bulan tanpa digaji, tanpa berganti pakaian, dan tanpa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.(Ais)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini