Sukses

Artis, Atlet Hingga 'Bang Napi' Hiasi DCS Parpol

Tak hanya artis dan atlet, mantan narapidana dan terpidana kasus korupsi juga menjadi bakal caleg parpol yang akan berlaha di Pemilu 2014.

Jelang Pemilu 2014, 12 partai politik peserta pemilu sibuk mendaftarkan anggotanya menjadi bakal calon legislatif ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selama 13 hari pendaftaran yang dibuka mulai 9-22 April 2013 itu, sebagian besar parpol memasukkan berkas di hari terakhir pendaftaran.

Tak ada yang istimewa dalam perekrutan bakal caleg untuk Pemilu 2014 kali ini. Parpol masih tidak percaya diri mengandalkan kader partai yang dipupuk dan dibina selama ini. Sama seperti pemilu sebelumnya pada 2004 dan 2009 lalu, sebagian besar parpol masih mengandalkan artis dan atlet sebagai caleg. Kepopularitasan mereka dipercaya menjadi senjata ampuh parpol untuk menggaet pundi-pundi suara meraih 560 kursi DPR yang diperebutkan.

Artis dan Atlet dalam Panggung Politik

Fenomena artis dan atlet tidak asing dalam dunia perpolitikan Indonesia. Artis memang sudah lebih dulu dikenal publik, jauh sebelum ikut mencalonkan diri menjadi politisi baik dalam pilkada maupun pemilu legislatif. Sehingga, ketika artis mengikuti proses transformasi untuk menjadi politisi, sudah memiliki popularitas yang jadi nilai plus untuk dipilih oleh masyarakat. Apalagi di republik ini, pengidolaan artis oleh publik masih sangat kental.

Popularitas yang dimiliki artis, menjadi entry point sekaligus menjadi salah satu konsideran penting bagi partai politik, sehingga  mengedepankan artis untuk dipolitisasi dengan cara diusung sebagai calon pada saat pemilihan legislatif. Kebanyakan, artislah yang mendapat tawaran dari partai politik untuk diusung menjadi calon pejabat politik.  Karena melihat peluang keterpilihan artis lebih besar dibandingkan politisi non artis).

Pintu masuk bagi artis menjadi politisi ini dibuka saat sejumlah partai politik menyatakan diri terbuka bagi siapa pun yang ingin mendaftarkan diri menjadi caleg tanpa harus mengikuti rekrutmen pengkaderan sejak awal. Sebutlah artis Arzeti Bilbina yang menjadi calon legislatif untuk pemilu tahun 2014 yang dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ada juga Angel Lelga yang memilih PPP karena katanya ingin sekalian memperdalam agama Islam.

Partai Hanura menggandeng pengusaha bos media Hary Tanoesudibjo yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Hanura. Ketua Umum Partai Hanura Wiranto berhasil menggaet hati bos media itu setelah keluar dari  Partai Nasdem besutan Surya Paloh.

Partai Nasdem yang datang menyerahkan DCS, Senin 22 April 2013, pun tak mau kalah. Artis Jane Shalimar dan atlet seperti Doni Damara dan Ricky Subagja maju sebagai calon legislatif dari Nasdem turut mengantarkan DCS partai itu.

PAN yang pada Pemilu 2009 lalu mengandalkan artis juga tak jauh berbeda pada Pemilu 2014 kali ini. Sebutlah artis senior Desy Ratnasari, Dwiki Dharmawan, Jeremy Thomas, Hengky Kuniawan, Eko Patrio, Primus Yustisio, Ikang Fawazi, dan Marissa Haque. Sejumlah mantan atlet nasional juga digaet PAN seperti petenis Yayuk Basuki, pemanah Nur Fitriansyah dan pegulat Chrisna Bayu.

Pencalonan sang artis dan atlet itu memang tidak melanggar hukum mau pun perundang-undangan. Namun, sejauh manakah kepedulian parpol dalam memberikan pendidikan politik terhadap para artis caleg tersebut. Sejauh mana sang seleb memahami dan mau menyelami kehidupan masyarakat yang menghadapi beraneka ragam masalah ekonomi, hukum, lapangan pekerjaan, pendidikan. Sejauh mana parpol mampu memberikan pendidikan politik terhadap masyarakat dalam mencalonkan artis. Jika mereka terpilih dengan hanya bermodalkan popularitas bagaimana dengan kualitas DPR 201-2019 kelak?

"Ini yang harus direformasi oleh politik kita, agar niatan itu jelas dari awal. Kalau emang ingin jadi anggota dewan, ya dipersiapkan khusus jadi anggota dewan. Kalau habis masa jabatannnya bisa menjadi apa pun," kata pengamat politik Siti Zuhro di Jakarta, Senin (22/4/2013).

Caleg 'Bang Napi'

Namun, siapa sangka ketenaran seseorang karena tersangkut kasus korupsi bisa menjadi daya tarik parpol. Sebutlah, mantan narapidana kasus korupsi pemilu Nazaruddin Sjamsuddin yang mendaftarkan diri menjadi caleg dari Partai Bulan Bintang. Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum bebas bersyarat pada Maret 2008 setelah menjalani 2/3 vonis hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Nazaruddin terbukti korupsi dalam pengadaan asuransi kecelakaan diri sehingga merugikan keuangan negara Rp 5,03 miliar. Ia juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 5,03 miliar secara tanggung renteng dengan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU yang juga ikut terlibat.

Pencalegan Nazaruddin itu memang tidak melanggar Undang-undang Pemilu maupun Peraturan KPU. Namun, menjadi calon pemimpin haruslah menjadi figur yang bisa diteladani dan menjadi contoh bagi masyarakat. Jika seseorang pernah terbukti bersalah dalam kasus hukum, maka bagaimana Ia bisa menjadi teladan saat berbicara di depan masyarakat?

Satu politisi lagi yang menyita perhatian publik adalah Susno Duadji. Mantan Kabareskrim Polri Komjen Polisi yang pernah menghebohkan dengan sebutan Cicak Vs Buaya yang merujuk kepada KPK Vs Polri itu maju menjadi bakal calon anggota legislatif dari Partai Bulan Bintang (PBB) juga.

Susno yang dijatuhi hukuman selama 3,5  tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan itu bersikeras menolak menjalani vonis yang dijatuhkan kepada dirinya. Susno divonis bersalah karena menerima suap Rp 500 juta saat menangani perkara PT Salwah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2008 lalu.

Namun, pihak Susno beralasan Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan pihaknya dan jaksa. Ia berdalih hanya membayar biaya perkara Rp 2500 yang dibebankan dan tidak ada hukuman pidana penjara yang dikenakan terhadap dirinya. Alih-alih menaati eksekusi Kejaksaan Agung memalu Kejari Jaksel, pria kelahiran Kota Pagar Alam itu malah balik menantang dan bergabung di PBB.

Namun hal itu tampaknya tak jadi masalah bagi PBB. Malah, Ketua Majelis Syuro PBB Yusril Izha Mahendra pasang badan. Guru Besar bidang Hukum itu menegaskan permasalahan hukum Susno sudah clear. Ia tak khawatir kasus korupsi yang menyeret mantan Kabareskrim itu tak mengganjal sebagai Bacaleg pada Pemilu 2014. Ia malah balik menuding ada yang ingin menjegal partainya alias 'dizalimi'.

"Clear. kita tidak khawatir. Karena kita tahu cara-cara seperti ini penzaliman," ujar Yusril saat ikut mengantarkan DCS PBB di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2013)

Clean and Good Governance

Jika berkaca pada semangat reformasi yang ingin memberangus Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan pada masa Orde Baru era Soeharto, kasus di atas tentu mencederai rasa keadilan rakyat. Hukum seakan-akan bisa dipermainkan dengan atas nama hukum ditambah dengan manuver politik pula. Aparat penegak hukum tak berdaya menghadapi kedigdayaan mantan petinggi Polri itu.

Gambaran di atas menjadikan parpol seakan-akan tempat aman bagi orang yang bermasalah hukum. Politik adalah berkaitan dengan etika dan hukum. Jika kebajikan itu tidak menjadi punggawa bagi parpol maka tidak ada yang bisa menjadi pegangan bagi rakyat mematuhi hukum.

Politik menghalalkan segala cara (machiavellianisme) yang dilakukan Susno untuk menghindari hukum itu hanya membawa petaka besar selanjutnya. Sudah saatnya rakyat mulai cerdas memilih parpol bersih dengan yang hanya pintar beretorika. Cermat antara memilih caleg partai yang betul-betul memperjuangkan nasib rakyat atau caleh yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya saja.

Perlu ada ketegasan pemerintah, aparat penegak hukum, KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara dan pengawas pemilu, untuk menyaring orang-orang yang jujur, kredibel, mumpuni dan cerdas untuk berlaga dalam Pemilu 2014. Itu penting untuk mengembalikan kepercayaan di tengah-tengah krisis wibawa negara.(Adi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.