Sukses

Ironi di Hari Kartini

Di pelosok Ciamis, Jawa Barat dan di Serang, Banten, masih ada kaum wanita yang bekerja kasar. Mereka berjuang demi sesuap nasi menopang ekonomi keluarga.

Tidak semua wanita di Tanah Air ini menikmati hasil perjuangan sang pahlawan perempuan RA Kartini. Karena di pelosok Ciamis, Jawa Barat dan di Serang, Banten, masih ada kaum wanita yang bekerja kasar. Mereka berjuang demi sesuap nasi menopang ekonomi keluarga. Mereka bukan tidak menginginkan pekerjaan yang layak, tapi karena kondisi dan kebutuhan.

Beginilah "Kartini" di pelosok Ciamis tepatnya di Dusun Sukadana, Desa Cigayam, Kecamatan Banjarsari. Tangan lembutnya yang selalu membelai penuh kasih sayang kepada anak-anaknya harus memegang martil untuk memecahkan bongkahan batu. Pekerjaan sebagai pemecah batu ini sudah dilakoni sejak 10 tahun lalu demi satu tujuan membantu ekonomi keluarga.

Kurniasih misalnya, setiap hari membawa ember menuju Sungai Ciputrahaji untuk mengambil batu-batu berukurang sedang. Batu-batu itu kemudian dibawa ke lokasi pemecahan batu yang tidak jauh dari rumahnya. Di sanalah kemudian batu itu dikumpulkan dan dipecahkan hingga menjadi koral.

Sudah seminggu tumpukan batu koral hasil pecahan ini masih menumpuk. Belum ada tanda-tanda akan ada yang membelinya. Namun wanita paruh baya dan rekan-rekannya tetap bersemangat memecahkan batu sambil berharap, akan segera datang calon pembeli sehingga beras dan uang sekolah anak-anak bisa terpenuhi.

Karena hanya mengandalkan pukulan tangan, maka dalam sehari hanya mampu mengumpulkan 0,5 meter kubik yang dijual dengan harga Rp 32.500. Namun tidak setiap hari ada yang beli bahkan saat sepi proyek perbaikan jalan maka sepi pembeli. "Sudah sepuluh tahun saya bekerja jadi pemecah batu. Sehari bisa mengumpulkan paling banyak 0,5 meter kubik. Namun sepi pembeli, sehingga tidak setiap hari dapat uang untuk bantu suami," kata Kurniasih.

Tentunya ini bukan merupakan cita-cita sang pahlawan emansipasi wanita, RA Kartini. Kalau perjuanganya untuk kaum perempuan hanya untuk jadi pemecah batu. Para Kartini-Kartini pemecah batu ini memiliki harapan yang sederhana. Ada perhatian pemerintah dengan membeli koral miliknya, agar mereka bisa menyekolahkan anak-anak mereka.

'Kartini' Ngojek

Lain Kurniasih, lain Widya. "Kartini" kali ini adalah seorang ibu rumah tangga yang menjadi tukang ojek sejak tahun 2002. Widya ditinggal meninggal suaminya akibat kecelakaan, serta ditinggal anak perempuannya yang meninggal tahun 2011. Kondisi itu tak menyurutkan langkahnya untuk terus maju. Tukang ojek yang sehari-hari mangkal di pintu tol Serang Timur ini menjadi pelopor tukang-tukang ojek lainnya untuk mematuhi lalu lintas.

Widya bukan wanita berpendidikan rendah. Dia seorang Sarjana Ekonomi yang rela membanting tulang dengan menjadi tukang ojek. Sebelumnya Widya kerja di Jakarta. Namun 2002 suaminya mengalami kecelakaan di Cirebon. Widaya akhirnya memutuskan tinggal di Serang. Profesi ini bermula saat Widya mencari uang tambahan untuk membiayai pengobatan suaminya. Awalnya dari mengantar sejumlah tetangga ke sekolah. Namun Tuhan berkata lain. Suaminya meninggal. Widya tak lantas putus harapan. Dengan ketiga anaknya Widya terus berupaya menjadi kepala rumah tangga.

Namun tahun 2011 duka menghampirinya kembali. Anak perempuannya meninggal karena sakit jantung. Kini Widya tinggal bersama dua anak laki-lakinya di komplek Lebak Indah, Trondol, kota Serang. Perjuangan hidup untuk menyekolahkan anaknya terus dilakukan dengan cara mengojek. Bahkan diantara kawan-kawan se profesinya Widya diberi semangat. Wanita berumur 46 ini sejak pagi hingga sore mendapatkan uang dari mengojek sebesar Rp 30-40 ribu perhari. Tentu ini menjadi cambukan hidup Widya untuk membesarkan anak-anaknya. Uang hasil mengojek masih sempat ditabung. Cita-cita lain Widya membuka warung di tempat pangkalan ojek. Ini tentu membantu pengojek lain bisa membeli makanan kecil dan kopi.

Sang anak, Rio mengenal sosok ibunya adalah pahlawan bagi dirinya dan adiknya. Bagaimana tidak. Widya di tinggal sang suami sejak 2002 lalu harus membanting tulang untuk membiayai keluarganya bertahan hidup. Akibat perannya lah tukang ojek di kawasan ini secara bersama sama membangun silaturahmi yang kuat. Bahkan jika ada anggota keluarga tukang ojek yang sakit, mereka rela menyisihkan hasilnya untuk membantu.

Widya juga kini sudah dikenal oleh kepolisian. Widya pernah didaulat menjadi Duta Ojek Wanita Pertama Banten oleh Polda Banten. Karena peran dirinya untuk mengajarkan berkendaraan yang baik di jalan. Kondisi Kurniasih dan Widya ini seperti irono di Hari Kartini. Meski di luar sana ada setumpul wanita sukses dalam berkarir. (Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini