Sukses

Pasal Penghinaan Presiden Muncul Lagi, Koalisi LSM Ngadu ke MK

Pasal itu kini muncul lagi dalam Pasal 265 Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Mahkamah Konstitusi telah membatalkan pasal terkait penghinaan terhadap presiden. Namun, pasal itu kini muncul lagi dalam Pasal 265 Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Terkait hal itu, koalisi sejumlah LSM mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (15/4/2013). Koalisi yang menamakan diri Forum Rakyat Anti-Pasal Represif tersebut bertemu dengan Ketua MK, Akil Mochtar.

"Kunjungan kita ke MK dalam rangka untuk membincangkan dengan Ketua MK terkait munculnya kembali pasal Penghinaan terhadap Presiden," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti usai pertemuan tertutup di Gedung MK.

Ray menjelaskan, sejumlah poin disampaikan pihaknya kepada Akil. Salah satunya, apakah pasal yang sudah diputuskan dan dibatalkan oleh MK boleh muncul kembali.

"Secara umum, Pak Akil menjawab, bahwa norma yang sudah diajukan dan sudah dibatalkan oleh MK, tidak dapat diajukan kembali, bila diajukan kembali akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Kedua, akan menjadikan MK menjadi tidak berfungsi dan tidak efektif," ungkapnya.

Berdasarkan keterangan Akil, lanjut Ray, jika Presiden secara pribadi merasa dihina, maka ia dapat mengadukan hal itu dengan menggunakan Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik. Karenanya, setelah ini pihaknya akan segera mengirimkan surat kepada presiden untuk mengingatkan agar pasal tersebut ditarik kembali.

"Itulah pandangan umum dari Mahkamah Konstitusi," ujar Ray.

Menurut Ray, pasal ini bisa ditafsirkan secara sepihak terhadap warganya, karena merasa Presiden telah dihina oleh warganya sendiri. "Di mana presiden sendiri bahkan belum tahu apakah ia dihina atau tidak," jelas Ray.

Untuk informasi, pada tahun 2006 silam, MK telah mencabut Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP tentang Penghinaan Presiden. Menurut MK, pasal-pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.