Sukses

RUU Advokat Dinilai Kurang Menjamin Kepastian Hukum

Rancangan Undang Undang Advokat yang kini tengah disempurnakan oleh Panitia Kerja (Panja) DPR dinilai kalangan akademisi kurang menjamin kepastian hukum pada masyarakat.

Rancangan Undang Undang Advokat yang kini tengah disempurnakan oleh Panitia Kerja (Panja) DPR dinilai kalangan akademisi kurang menjamin kepastian hukum pada masyarakat. Khususnya para profesi advokat itu sendiri.

Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Jawahir Thontowi mengatakan, ada perbedaan signifikan antara RUU Advokat dengan UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.

"Pertama, UU No. 18 tahun 2003 jauh lebih menjamin kepastian hukum, tidak saja dalam pengaturan hak kewajiban, kewenangan, pengawasan, honorarium dan juga bantuan hukum cuma-cuma, melainkan juga terkait dengan struktur keorganisasian, kepemimpinan dan juga pengawasan," kata Jahawir, di Jakarta, Rabu (10/4/2014).

Selain itu dalam  UU No. 18 tahun 2003 memiliki manfaat berkeadilan, dan lebih terjamin secara hukum dan substantif. Sementara itu RUU advokat versi Februari 2013 menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Secara faktual RUU Advokat menghilangkan beberapa hal-hal yang sangat penting, seperti kedudukan organisasi induk semacam Indonesia Bar Association yang mewakili kekuasaan tunggal dari 8 organisasi advokat," beber dia.

Selain itu RUU Advokat juga mengilangkan pengaturan honorer, bantuan hukum cuma-cuma atau probono. "Penghilangan-penghilangan pasal-pasal tersebut justru mengakomodir nilai-nilai universalitas yang keberadaan peran dan status advokat pada konteks sosial saat ini sangat diperlukan," paparnya.

Dengan dihilangkanya bantuan hukum cuma-cuma, lanjut Jawahir, membuat advokat nantinya tak memiliki tingkat kepekaan sosial dan ekonomi yang tinggi. "Selain itu timbul kesan adanya penghindaran tanggung jawab korporasi sosial termasuk peran Perguruan Tinggi yang memiliki Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) di setiap Fakultas Hukum," ungkap dia.

Oleh karena itu, tegasnya, menjadi penting diperjuangkan tentang RUU Advokat yang menjamin kepastian hukum dari substansi hukum. "organisasi penyelenggara pendidikan yang memiliki legitimasi yang kompeten sebagai organisasi federatif dari kedelapan organisasi advokat," tambah dia.

Di sisi lain, kata Jahawir, dalam aspek yang hendaknya dipastikan posisi, honor, atau kompensasi, bantuan hukum cuma-cuma harus tetap berada di dalam RUU. "Perlu ditambakan dalam RUU Advokat adalah tentang visi, misi, dan tujuan, kurikulum yang responsif dan progresif, monitoring evaluasi dan penjamin mutu yang termasuk kepastian institusi pemberi sertifikat izin berpraktik advokat," tutup dia. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini