Sukses

Denny: Hukuman Pembunuhan Berencana Harus Dijatuhkan

Kementerian Hukum dan HAM didatangi 4 keluarga korban yang ditembak mati oleh 11 anggota Kopassus di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta.

Kementerian Hukum dan HAM didatangi 4 keluarga korban yang ditembak mati oleh 11 anggota Kopassus di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Para keluarga korban itu langsung ditemui Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Rabu (10/4/2013).

Menurut Denny, yang harus dipahami dalam kasus ini adalah, korban tidak hanya 4 orang dan keluarganya yang meninggal di Lapas Cebongan, tetapi juga anggota Kopassus Serka Heru Santoso dan keluarganya, 8 orang sipir di Lapas Cebongan, termasuk secara institusional, lembaga pemasyarakatan, dan Kementerian Hukuman dan HAM.

"Apa yang terjadi di Lapas Cebongan adalah perbuatan biadab yang tidak dapat dibenarkan sedikit pun, apapun alasannya. Maka siapapun pelaku atau eksekutornya, siapapun yang terlibat, atau siapapun yang melakukan pembiaran harus diungkap secara menyeluruh," tegas Denny dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta.

Pada dasarnya, lanjut Denny, pihaknya sepakat bahwa kasus ini harus diungkap tuntas, tidak boleh ada yang ditutupi sedikit pun. Termasuk tidak boleh dilupakan, serta juga harus diungkap tuntas, tragedi pembunuhan anggota Kopassus Serka Heru Santoso yang terjadi di Hugo's Cafe.

"Siapapun pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban, baik pembunuhan keji di Lapas Cebongan maupun di Hugo's Cafe dan dihukum setimpal sesuai dengan aturan perundangan. Termasuk, jika fakta dan buktinya menunjukkan tindakan biadab yang dilakukan sudah direncanakan, maka hukuman bagi pembunuhan berencana harus dijatuhkan," ujar Denny.

Atas kejadian ini, menurut dia, stigmatisasi ataupun labelisasi dalam bentuk apapun harus dihindari. Jangan sampai stigmatisasi dan labelisasi itu menjadi pengalihan isu atas perbuatan keji yang dilakukan di Lapas Cebongan. Apapun alasannya, premanisme dan pembunuhan sama-sama tidak dapat dibenarkan.

Denny menyatakan, para pelaku harus dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum. Labelisasi kepada etnis tertentu ataupun kesatuan tertentu sama-sama tidak dapat dibenarkan. Yang harus bertanggung jawab adalah siapapun pelaku atau eksekutor kejahatannya, siapapun yang terlibat, atau siapapun yang melakukan pembiaran.

"Ada pertanyaan-pertanyaan kritis terkait kasus ini ditangani secara internal oleh institusi TNI. Persoalan benturan kepentingan penanganan kasus ini dikhawatirkan menyebabkan kasusnya tidak terungkap tuntas. Sehingga muncul usulan adanya tim gabungan pencari fakta ataupun penanganan persidangan di peradilan umum. Untuk itu, penanganan kasus ini harus terus dikawal secara ketat dan transparan agar dapat diungkap kebenaran yang sesungguhnya," katanya.

"Terakhir, tetapi juga sangat penting, perlindungan kepada seluruh saksi dan pengamanan atas seluruh bukti adalah tindakan yang tidak dapat ditawar bagi terungkap tuntasnya kasus ini," pungkas Denny. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.