Sukses

Koordinator Perguruan Tinggi: Ijazah 'Bodong' Unas Sudah Selesai

Perlu ada sosialiasi bahwa sekarang masih dalam status yang membingungkan di masyarakat terkait dengan transisi akreditasi.

Di tengah wisuda para lulusannya, Universitas Nasional Jakarta dihadapi persoalan dugaan ijazah ilegal alias bodong. Bagi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah III Jakarta, Ilza Mayuni, masalah itu sudah tuntas.

"Apa yang terjadi di Unas, semuanya sudah clear," ujar Ilza usai menghadiri pelepasan wisudawan Unas di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (7/4/2013).

Hanya saja terkait masalah ini, kata Ilza, perlu ada sosialiasi bahwa sekarang masih dalam status yang membingungkan di masyarakat terkait dengan transisi akreditasi. Menurut dia, masalah ijazah bodong tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Karena dalam masa transisi, pencantuman status akreditasi yang dinilai bermasalah boleh tidak dicantumkan dalam ijazah.

"Apakah yang tadinya A, tiba-tiba sekarang sudah melalui proses BAN (Badan Akreditasi Nasional) tapi belum keluar SK-nya. Atau juga C, tentu juga tidak demikian. Itu masih dalam masa transisional," ujarnya mencontohkan.

Sekarang ini sudah ada aturan baru dari Suku Dinas sesuai dengan implementasi UU 12 Tahun 2012. Untuk izin program studi, izin masa perpanjangan program studinya masih ada. Tetapi untuk akreditasi yang sudah kadaluarsa masih berlaku dalam masa transisi.

Maka itu, Ilza menegaskan, pekan depan pihaknya akan menggelar rapat dengan Direktorat Perguruan Tinggi terkait dengan perihal ini. "Kalau dia yang belum terakreditasi terselamatkan dengan masa perpanjangan, memang C. Nah sekarang tiba-tiba C. Ini diperlukan koordinasi," kata dia.

Saat ini di wilayah III ada 335 Perguruan Tinggi Swasta (PTS), atau sekitar 1.500 program studi. Kendati, diakui banyak PTS yang belum optimal. "PTS yang taat azas, tentunya yang kita jamin. Mereka yang sudah memenuhi syarat itu. Tapi yang bermasalah, ada 76 PTS," terangnya lagi.

Verifikasi dan klarifikasi data menjadi perhatian penting pihaknya. Pihaknya tidak akan mengakui proses pembelajaran yang benar jika tidak memenuhi syarat yang berlaku. Sehingga, data-data yang ada di Kopertis harus melalui proses verifikasi.

"Jadi kalau mereka sudah terlambat empat semester misalnya, mereka harus berkali lipat memberikan dokumen pendukungnya, mulai dari daftar hadir dosen, nilai, pendaftaran mahasiswa, semuanya harus lengkap," paparnya.

"Kalau tidak, Kopertis tidak akan menerima. Ada juga jumlah mahasiswa yang berbeda dengan data yang ada di Kopertis. Kita tahu bahwa masalah dari hulu ke hilirnya kita serahkan ke PT. Bahkan, di Kopertis kita bisa minta apakah mahasiswa Y terdaftar di PTS X. Jadi biasa kita surat menyurat terkait kepentingan PTS," sambungnya. (Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.