Sukses

Djoko Suyanto: Di Balik Orang Sukses, Ada Penyesalan Mantan Pacar

Menko Polhukam Djoko Suyanto sempat membuat guyon para wisudawan saat membuka pidato kuliah umum pada acara wisuda Unas.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto sempat membuat guyon para wisudawan saat membuka pidato kuliah umum dalam acara pelepasan wisuda Universitas Nasional periode I tahun akademik 2012/2013 di Jakarta Convention Center.

Di hadapan 761 wisudawan, selain menyampaikan apresiasi, Djoko Suyanto juga menyampaikan motivasi dan pencerahan kepada wisudawan dan keluarga mereka yang telah mendukung dan menyertai perjalanan putra-putrinya.

"Konon, mengulang gurauan yang popular di media sosial, di balik orang yang berhasil pasti ada mantan yang menyesal. Tentu saja saya tidak berharap ada banyak mantan pacar yang galau karena menyesal pagi ini," ujar Suyanto yang disambut tawa ratusan undangan itu.

"Sebaliknya, saya percaya hari ini ada kebanggan yang tumbuh makin kuat dalam cinta para pasangan yang berbahagia. Kami orangtua juga pernah muda. Kami juga tahu, kendati cinta saja tak cukup untuk berumahtangga, tapi setidaknya gelar sarjana cukup untuk meyakinkan calon mertua," ucapnya.

Estafet Kepemimpinan

Suyanto menuturkan untuk melupakan sejenak kasus penembakan Cebongan Sleman beberapa waktu lalu dengan beralih melihat masa depan bangsa ini. Terutama masalah demokrasi dan estafet kepemimpinan 2014 yang menjadi tema kuliah umumnya itu.

"Untuk itu mari kita alihkan sejenak masalah Cebongan Sleman. Unas meminta saya menyampaiakan soal tema demokrasi dan estafet kepemimpinan 2014. Tema ini sangat tepat seiring dengan dinamika politik yang tengah marak," ujarnya.

Berbicara demokrasi dalam tautan dengan estafet kepemimpinan nasional, kata dia, sama halnya membicarakan proses sirkulasi elit dan reproduksi kepemimpinan nasional. Mengacu pada hal itu, tentu pergantian kepemimpinan di 2014 sesuai dengan harapan rakyat Indonesia.

Untuk membahas sirkulasi dan reproduksi kepemimpinan demokratis ke depan, lanjut Suyanto, perlu merenungkan kembali konsep kepolitikan lama namun masih penting, yakni konsolidasi demokrasi.

"Konsolidasi demokrasi di dalam suatu kepolitikan demokratis tetaplah diperlukan. Namun untuk konteks ini konsolidasi demokrasi mesti kita artikan sebagai tantangan untuk mengamankan dan memertahankan demokrasi, memperluas substansi dan napas demokrasi supaya berumur panjang," imbuh mantan Panglima TNI ini.

Dengan demikian, lanjut dia, tujuan konsolidasi adalah pelestarian demokrasi dan menjaganya dari ancaman regresi otoritarian yang mengintip dan mencari kesempatan dalam dinamika kepolitikan demokratis.

Untuk itu menurut Suyanto, diperlukan 2 hal, pertama jaminan terselenggaranya pranata-pranata politik dalam prinsip dan norma-norma demokrasi. Kedua, mengkokohkan sistem nilai publik untuk mengukur serta mengevaluasi proses sirkulasi elit agar berjalan secara demokratis dengan hasil akhir yang baik bagi demokrasi.

"Maka itu konsolidasi demokrasi adalah suatu panggilan yang permanen bagi semua aktor yang terlibat dalam demokrasi," tegas Djoko.

Selain memperhatikan sirkulasi dan adaptasi elit dalam demokrasi, kata Djoko, penting juga untuk memperhatikan berbagai persoalan yang bisa mengancam proses sirkulasi elit dan membuatnya menjadi ringkih. Dia menegaskan, pentingnya mencermati faktor eksternal yang bukan saja mempengaruhi pergantian kekuasaan, juga bisa menjadi ancaman yang menyelinap melalui sisi lemah elit calon pemimpin.

"Forum Ekonomi Dunia menyarankan negara-negara yang sedang mempersiapkan transisi kekuasaan untuk memperhatikan beberapa hal sebelum memilih pemimpin. Pertama, tingkat pengangguran usia produktif. Kedua, pandangan publik yang tumbuh dalam kondisi di mana dunia politik sedang mengalami krisis akibat korupsi dan berbagai keterbelakangan etis," papar Djoko.

Ketiga, lanjut Djoko, yang tak kalah penting adalah perhatian masalah ekonomi dan pertumbuhan kelas menengah. Dalam masyarakat demokratis dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, para pemimpin harus menghadapi dan mengantisipasi pertumbuhan kelas menengah yang makin sadar politik. (Frd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini