Sukses

Ksatria 'Terlarang' Kopassus

Presiden SBY menyatakan, sikap para pelaku penyerangan Lapas Sleman yang mengakui perbuatannya itu adalah ksatria.

"Secara ksatria dan dilandasi kejujuran tinggi dan tanggung jawab, serangan Lapas Cebongan pada 23 Maret pukul 00.15 WIB diakui, dilakukan oleh oknum anggota TNI AD."

Itulah kalimat pertama yang muncul dari mulut Ketua Tim Investigasi TNI Brigjen Unggul Kawistoro Yudhoyono, saat membeberkan hasil investigasi kasus penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Kamis 4 April lalu.  

Presiden SBY pun sependapat. Ia juga menyatakan, sikap para pelaku penyerangan Lapas Sleman yang mengakui perbuatannya itu adalah ksatria.

"Saya dapatkan laporan semuanya, para prajurit yang melakukan tindakan itu tampil secara bertanggung jawab, secara ksatria, dan siap mendapatkan sanksi hukum apapun. Demikian juga para komandan akan ikut bertanggung jawab semuanya," tegas SBY di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (5/4/2013).

SBY juga mendukung langkah-langkah jajaran TNI, utamanya TNI AD dan Kepolisian untuk menegakkan hukum dan keadilan. Tak ketinggalan, SBY pun meminta dukungan masyarakat luar untuk memberikan kesempatan dan ruang kepada aparat untuk bekerja secara profesional.

"Saya sudah keluarkan instruksi waktu itu untuk mengungkap, menemukan pelakunya, hukum dan keadilan ditegakkan, dan semua dijalankan secara profesional," jelas SBY.

Jangan sampai, kata SBY, negara dituduh membiarkan dan tidak menegakkan hukum dan keadilan. Biarkan proses hukum berjalan. "TNI, utamanya TNI AD telah berinisiatif membentuk tim investigasi, sementara kepolisian juga melanjutkan langkah-langkah penyelidikan," kata SBY.

Namun, Wakil Ketua Fraksi PPP Ahmad Yani menegaskan, pengakuan anggota Kopassus tersebut bukanlah sikap ksatria. Menurutnya, pembantaian 4 tahanan pembunuh anggota Kopassus Serka Heru Santoso itu adalah tindakan yang melawan hukum dan melanggar disiplin seorang prajurit.

"Itu jelas, itu tindakan melawan hukum, tindakan pelanggaran disiplin tidak ada masalah bahwa ksatria atau tidak ksatria, itu jelas salah, penempatanya tidak proposional," kata Ahmad Yani.

Anggota Komisi III DPR itu menilai, selama ini TNI selalu bertindak secara emosional. Apalagi jika menyangkut semangat korps.

"Memang spirit dan korps spirit kebersamaan TNI kan cukup tinggi, tapi kan tidak berati dia akan halalkan segala cara," ujarnya.

Melanggar HAM

Mantan Wakil Danjen Kopassus Letjen TNI Purn Sutiyoso merasa prihatin dengan kasus penyerangan Lapas Sleman yang dilakukan anggota Kopassus. Bahkan, ia menyatakan, tindakan 11 anggota Korps Baret Merah itu sebagai aksi yang keliru.

"Pelaku di Cebongan itu oknum yang setia kawan dan rasa solidaritasnya tinggi. Dengan menjunjung tinggi esprit de corps, yang diterapkan keliru dan berlebihan," jelasnya.

Ia pun berpesan kepada perwira TNI agar lebih ketat mengawasi pasukannya. "Perwira harus mengawasi kejadian seperti itu, dan bagaimana bisa mencegahnya," ucap mantan Gubernur DKI Jakarta yang akrab disapa bang Yos itu.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menyatakan, 11 anggota Kopassus penyerang Lapas Sleman itu telah melakukan panggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serius. Ia pun meminta agar para pelaku diadili secara serius juga.

"Penyerangan dan penembakan yang dilakukan anggota Grup II Kopassus jelas melanggar Hak Asasi Manusia. Dan ini bisa di golongkan kepada pelanggaran HAM serius. Ekstra yudisial killing ini adalah mematikan nyawa seseorang. Kematian itu harus diusut serius pula penyelesaiannya," ujar Hendardi kepada Liputan6.com.

Hendardi menjelaskan, bila 11 pelaku yang terlibat dalam penembakan 4 orang tahanan Lapas Sleman itu diadil oleh peradilan militer, maka belum cukup mewakili rasa keadilan keluarga maupun publik.

"Sekalipun dia militer, jika dia melakukan suatu tindakan pidana hukum harus dibawa kepada peradilan umum untuk mendapatkan hukuman yang jelas, akuntabel, transparan agar dapat diganjar sesuai tindakan yang telah dilakukannya," papar Hendardi.

Kejanggalan

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengendus adanya kejanggalan dalam kasus yang terjadi pada Sabtu 23 Maret dini hari lalu itu. "Pertama menyangkut HAM, karena mengapa tersangka yang menjadi korban itu telah diambil haknya. Dan kenapa tidak diberikan perlindungan?" kata Tubagus kepada Liputan6.com.

Lelaki yang mengaku dekat dengan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo ini menduga kasus ini terjadi juga karena kelemahan pihak kepolisian. "Iya, karena pertamanya itu para korban ditahan di Polres, lalu dipindahkan ke Polda, dan dari Polda dipindah ke Lapas Cebongan," ujar Tubagus.

"Dan saya dapat informasi bahwa kemungkinan takut ada serangan sama seperti di OKU. Dan kemudian Kalapasnya sudah berkoordinasi dengan TNI. Itu kan curiga saya," imbuhnya.

Untuk itu, Tubagus meminta Komnas HAM untuk turut andil dalam penyelidikan kasus ini. Khususnya, mengenai pemindahan yang dilakukan kepolisian terhadap keempat tahanan yang menjadi korban penembakan kelompok penyerang itu.

"Mengapa kemudian untuk pemindahan tersangka, kok TNI dilibatkan. Jadi itu harus diusut oleh Komnas HAM seolah-olah ada pembiaran yang di tempat lapas itu. Jadi Komnas HAM harus bersikap dan mengusut kenapa itu tahanan dipindahkan dari polres, polda, dan ke lapas cebongan," pungkas Tubagus.

Sebelumnya, Tim Investigasi TNI AD telah menyatakan pelaku penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta merupakan anggota Grup II Kopassus Kandang Menjangan. Tiga dari 11 pelaku merupakan anggota yang tengah menjalani pelatihan di Gunung Lawu.

Tindakan para pelaku diakui sebagai tindakan reaktif yang didasari jiwa korsa atau solidaritas untuk melindungi dan membela sesama prajurit.

Aksi 11 anggota Kopassus itu dipicu pengeroyokan dan pembunuhan terhadap anggota Kopassus atas nama Serka Heru Santoso. 4 Tersangka yakni Dicky Sahetapy, Dedi, Aldi, dan Johan yang ditahan kemudian tewas diberondong peluru di Lapas Cebongan pada 23 Maret pukul 00.15 WIB. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini