Sukses

Menikah Dini, Sudirman Dilarang Ikut Ujian Nasional

Sudirman yang menikah pada Februari 2013 lalu itu mempertanyakan kebijakan 'miring' pihak sekolah.

Sudirman (17) tak menyangka jika pihak sekolahnya, SMA Negeri 7 Tangerang, melarang ia ikut Ujian Nasional (UN) pada 15 April 2013. Alasannya, siswa kelas XII itu sudah menikah dini dengan teman sebayanya dan dianggap telah melanggar tata tertib sekolah.

"Saya sudah tidak sekolah. Dikeluarkan pada 6 Maret kemarin. Sekolah mengeluarkan karena saya sudah menikah," kata Sudirman saat mengadu ke kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Jakarta, Selasa (2/4/2013).

Sudirman yang menikah pada Februari 2013 lalu itu mempertanyakan kebijakan 'miring' pihak sekolah. Sebab, menurutnya, ada salah seorang rekan di sekolah itu yang juga sudah menikah dan memiliki 2 anak, tapi tidak dikeluarkan dan tetap ikut UN.

Sudirman menyebutkan, alasan tidak mengeluarkan rekannya itu karena sekolah tidak mengetahui kalau dia sudah menikah dan punya 2 anak. Namun Sudirman membantah. Menurutnya, sang rekan itu memiliki saudara yang menjadi guru di sekolah tersebut.

"Jadi mustahil enggak tahu, karena saudaranya ada yang jadi guru. Guru-guru lain bilangnya enggak tahu kalau dia sudah menikah. Padahal sudah jelas-jelas, dia terbukti sudah nikah. Bahkan sudah punya 2 anak," ungkap Sudirman.

Kebijakan SMAN 7 Tangerang itu tentu membuat Sudirman merasa diperlakukan tidak adil. Apalagi, Sudirman juga sudah sempat mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS). Uang SPP pun dibayarkan tanpa tunggakan.

"Ikut UAS 2 hari. Bayar SPP selama 3 bulan dan diterima sama sekolah," jelasnya.

"Saya sudah jujur mengakui, kalau saya sudah menikah di usia saya yang sekarang. Tapi kenapa saya dikeluarkan dan tidak boleh ikut UN? Teman saya yang juga sudah menikah itu kenapa enggak ikut dikeluarkan dan kenapa dia ikut UN?" herannya.

Menanggapi hal ini, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyesalkan kebijakan sekolah itu. Menurut Arist, apapun alasannya, pihak sekolah tak berhak melarang para siswanya mengikuti UN.

"Kenapa? Karena Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sudah mengamanatkan bahwa UN diselenggarakan oleh negara. Bukan sekolah," tegasnya.

Dan secara konstitusional, lanjut Arist, UN adalah hak seorang siswa. Karena itu, pihak manapun termasuk sekolah tidak boleh melarang siswanya ikut UN.  "Jadi, kami menolak apapun alasan pihak sekolah yang tidak memberi izin siswanya mengikuti ujian akibat dari perilakunya," tandas Arist.(Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.