Sukses

Lima: SBY Jabat 3 Kekuasaan PD, Negara Kalah 5 Kali

Pengangkatan Presiden SBY sebagai ketum PD ditakutkan dapat mengganggu konsentrasinya dalam mengurus negara.

Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat telah resmi mendaulat SBY sebagai ketua umum pengganti Anas Urbaningrum. Namun pengangkatan Presiden sebagai ketum partai berlambang mercy itu ditakutkan dapat mengganggu konsentrasinya dalam mengurus negara.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti bahkan menyatakan, pengangkatan SBY sebagai Ketum PD ini membuat kekalahan negara dalam 5 hal. Padahal, sebelumnya SBY pernah mencetuskan kata-kata heroik, 'negara tak boleh kalah.'

"Kata-kata ini sangat menggugah. Sayang semboyan ini hanya hebat diucapkan tapi pahit dalam kenyataan," kata Ray dalam pernyataan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (1/4/2013).

"Bukan saja karena negara seringkali kalah dalam menghadapi sebut saja para koruptor, kalah menghadapi sikap intoleran, kalah dalam menghadapi premanisme dari aparat bersenjata dan kini bahkan kalah oleh tindakan dan pilihan Presiden sendiri," imbuhnya.

5 Kekalahan yang pertama, lanjut Ray, yakni negara kalah karena untuk pertama kali dalam sejarah partai politik di era reformasi, seluruh jabatan dalam struktur partai politik diketuai oleh seorang individu. Tak cuma jadi ketum, SBY juga menjabat Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Dewan Pembina PD.

"Siapa bertanggungjawab atas apa, dan siapa melakukan pengawasan atas apa, serta siapa memerintah atas apa menjadi kabur.  Kenyataan ini juga berarti menumpukan kekuasaan di tangan 1 orang," tuturnya.

Menurutnya, semangat seperti ini melecehkan prinsip demokrasi yang pada hakekatnya menginginkan adanya pembagian kekuasaan yang saling mengoreksi dan seimbang. Model seperti ini malah melanggar AD/ART Demokrat sendiri. Seperti disebutkan dalam pasal 13 ayat (3) bahwa Wakil Ketua Majelis Tinggi dijabat oleh ketua partai. Dengan begitu, SBY bukan hanya sebagai ketua mejelis tinggi, Beliaupun sekaligus menjadi Wakil Ketua Majelis Tinggi PD.

"Kekalahan yang kedua yakni, negara kalah karena partisipasi dan kaderisasi akan mandek. Kekuasaan yang menumpuk di tangan SBY membunuh lahirnya partisipasi sekalligus kaderisasi yang baik di dalam tubuh internal partai. Suasana ini jelas memacetkan adanya sirkulasi kekuasaan dari 1 tangan ke banyak tangan," ujar Ray.

Yang ketiga, sambung dia, negara kalah karena pada akhirnya presiden dan banyak anggota kabinet adalah mereka yang mewakili kepentingan partai-partai. Jargon-jargon yang dipakai untuk melegalisasi SBY sebagai ketua umum memperlihatkan bahwa penyelematan partai jauh lebih utama dari pada penyelamatan negara.

"Kenyataannya, SBY lebih memilih mengabaikan kritik subtantif ini dan memilih mengurus demokrat sekalipun dengan struktur yang compang camping," ucap Ray.

Yang keempat, ucap dia, negara kalah karena anak-anak muda kritisnya tiba-tiba tumpul, lumpuh dan ikut dalam ritme suasana perlakuan yang melecehkan adab dan rasionalitas demokrasi. " Bila anak-anak mudanya tidak berani keluar bersuara dan menyatakan sikap menolak praktik pelecehan etika, rasionalitas, prinsip pengelolaan negara, dan partai secara demokratis atau malah mungkin mendukungnya demi kebaikan partai, saat itu kita menyatakan negara telah kalah."

Dan kekalahan yang terakhir menurut Ray, yakni negara kalah karena kata-kata ideal dalam mengelola bangsa dan negara justru dibajak untuk melegalisasi praktik keculasan dalam berpolitik. Prinsip-prinsip ideal dalam mengelola bangsa ini takluk dan terkalahkan dalam praktek di lapangan.

"Bahwa SBY menjadi Presiden sekaligus Ketua Umum Partai, Ketua Majelis Tinggi Partai, Ketua Dewan Pembina Partai, Ketua Komite Pengawas Partai, Wakil Ketua Majelis Tinggi dan jabatan sekjen partai dipegang anaknya Edhie Baskoro lebih dari cukup untuk menyatakan bahwa jargon-jargon ideal berbangsa dan bernegara telah dikalahkan," kata dia.

"Sangat ironik," pungkas Ray.

Jaminan SBY

SBY dalam pidato perdananya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada 30 Maret menjamin tugasnya sebagai Kepala Negara tidak akan terganggu. Meski 3 jabatan Demokrat ada di pundaknya, yakni Ketua Dewan Pembina, Ketua Majelis Tinggi, dan Ketua Umum.

"Tugas saya sebagai Presiden akan tetap berjalan," tegas SBY. (Ndy)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.