Sukses

Parpol Tolak 30 Persen Perempuan Dikecam KAP

Penolakan partai politik terhadap keterwakilan perempuan 30 persen dalam setiap daerah pemilihan (dapil) mendapat kecaman dari KAP.

Penolakan partai politik terhadap keterwakilan perempuan 30 persen dalam setiap daerah pemilihan (dapil) mendapat kecaman dari Koalisi Amankan Pemilu (KAP). Mereka mempertanyakan komitmen dan kesungguhan parpol tersebut dalam mendorong keterwakilan perempuan.

"Penolakan oleh sejumlah partai, khususnya mereka yang juga memiliki kursi di DPR cukup mengherankan," kata anggota KAP dari Soegeng Sarjadi Syindicate (SSS), Toto Sugiarto di Jakarta, Minggu (31/3/2013).

Toto menjelaskan, pihaknya heran, mengingat aturan keterwakilan perempuan 30 persen sudah dikonsultasikan ke DPR dan bahkan pemerintah. Artinya aturan yang berlaku juga sudah mendapatkan persetujuan DPR.

Karena itu, KAP sangat mengherankan jika ada anggota DPR yang menyoal syarat yang sudah dituangkan dalam peraturan KPU itu. Kewajiban konsultasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dimaksudkan agar tidak ada aturan yang bertentangan satu sama lainnya.

"Meskipun, dari konsep penyusunan aturan juga inkonstitusional," ujarnya.

Menurut dia, bentuk komitmen Indonesia terhadap penghormatan hak-hak perempuan juga diwujudkan dengan meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) menjadi UU Nomor 7 tahun 1984. Pentingnya pemenuhan keterwakilan perempuan 30 persen juga terdokumentasi dalam target Millenium Development Goals (MDGs).

Karenanya, lanjut Toto, hal itu mestinya momentum Pemilu 2014 bisa menjadikan sarana untuk mewujudkan target pemenuhan keterwakilan perempuan 30 persen. Khususnya di parlemen.

"Sayangnya komitmen itu dicederai parpol di DPR yang menolak dan mengganggap keterwakilan perempuan dalam peraturan KPU dilihat tindakan melanggar undang-undang," terangnya.

Sanksi Parpol

Dalih DPR bahwa UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu yang tidak menyebut sanksi kepada partai yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan 30 persen dalam daftar caleg, jelas telah melawan kehendak publik dan dunia dalam memenuhi komitmen pemenuhan keterwakilan perempuan.

"Khawatirnya, penolakan parpol bukan hanya soal kesesuaian antara perundang-undangan, tapi lebih pada kekhawatiran mereka tidak mampu memenuhi syarat. Akhirnya tidak bisa mencalonkan di dapil tertentu," jelasnya.

Meskinya, kata Toto, syarat dan sanksi yang diberikan bisa memotivasi parpol untuk memenuhi keterwakilan perempuan 30 persen. Karena dalam pemilu lalu, tidak seluruh parpol mampu memenuhi kuota perempuan.

"Dari sampel 9 partai pemilik kursi di DPR, hanya 6 partai yang mampu memenuhi syarat itu. 3 partai, yakni PAN, PPP, dan Gerindra tidak bisa memenuhi kuota," ucanya.

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 7 tahun 2013, jika ketentuan itu tidak terpenuhi, maka parpol tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat pengajuan daftar bakal calon pada dapil bersangkutan. Konsekuensinya, parpol tak bisa ditetapkan sebagai salah satu peserta pemilu untuk dapil tersebut.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPU beberapa waktu lalu, Komisi II DPR menolak sanksi ini diterapkan. Rekomendasi mereka agar KPU cukup mengumumkan parpol mana saja, dan dapil mana saja yang tidak memenuhi 30 persen perempuan lewat media. (Frd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini