Sukses

Sulu Minta Filipina Kerja Sama 'Rebut' Sabah Dari Malaysia

"Pemerintah Filipina harus berdialog terlebih dahulu dengan Sultan Sulu sebelum berjuang mengklaim wilayah yang terletak di Kalimantan Utara itu," kata juru bicara Sultan Sulu Abraham Idjirani.

Pemerintah Filipina mulai membuka mata untuk memperjuangkan wilayah Sabah dari Malaysia, setelah Kementerian Luar Negeri Filipina (DFA) membenarkan adanya edaran Presiden Filipina sebelum Beniqno Aquino III, Gloria Macapagal Arroyo -- yang mengimbau rakyat Filipina untuk seiya sekata bahwa Sabah adalah milik mereka.

Juru Bicara Sultan Sulu Abraham Idjirani menyatakan, pihaknya mengajak pemerintah Filipina untuk bekerja sama dalam 'merebut' Sabah. Menurutnya, pemerintah Filipina harus berdialog terlebih dahulu dengan Sultan Sulu sebelum berjuang mengklaim wilayah yang terletak di Kalimantan Utara itu.

"Kalian (pemerintah Filipina) tidak bisa begitu saja memindahkan hak Sultan Sulu. Sultan Sulu adalah pewaris wilayah yang sah. Dia pemilik Sabah. Hanya dia yang bisa mengklaim wilayah yang berada di luar batasan wilayah Filipina saat ini," tegas Idjirani di kediaman Sultan Sulu Jamalul Kiram III di Desa Maharlika, Kota Taguig, seperti dilansir Philstar, Rabu (27/3/2013).

Idjirani menjelaskan, pada 1961, Kesultanan Sulu memang memberikan wewenang kepada pemerintah Filipina untuk memperjuangkan Sabah. Namun kemudian pada 1989, wewenang tersebut dicabut Sultan Sulu, karena Malacanang (pemerintah) tidak serius memperjuangkannya. Akhirnya, Sulu selanjutnya memilih berjalan sendiri.

"Sekali lagi ditegaskan, sebelum pemerintah Filipina memperjuangkan hak Sabah, mereka harus berbicara terlebih dahulu ke Sultan Sulu. Ini akan membuktikan bahwa kita semua bersatu, bekerja sama antara rakyat dan pemerintah," ucap Idjirani.

"Klaim pemerintah Filipina atas Sabah akan lebih kuat secara sejarah dengan izin dari Sultan Sulu Jamalul Kiram III," sambung dia.

Idjirani juga sesumbar bahwa Malaysia selama ini hanya menakut-nakuti warga Filipina yang di Sabah untuk meninggalkan wilayah di Kalimantan Utara tersebut.

"Ini adalah perang gertakan yang dilakukan Malaysia untuk memaksa warga Filipina pergi," katanya.

Menurut dia, Malaysia mulai takut saat ini, saat sengketa segera dibawa ke Mahkamah Internasional. Malaysia juga takut karena Filipina mulai bersatu. "Malaysia sekarang takut. Filipina mulai bersatu untuk memperjuangkan Sabah.

Edaran Presiden Arroyo

Saat pasukan loyalis Sulu sekonyong-konyong menduduki Sabah dan mengklaim wilayah Malaysia itu sebagai warisan nenek moyang, pemerintahan Presiden Benigno Aquino III memilih netral, tak mendukung aksi warga negaranya itu dan meminta kedua pihak menyelesaikan masalah secara damai.

Sang Presiden memilih jalur diplomatik terkait klaim Sabah, sembari mendalami perkara tersebut sebelum memutuskan untuk mengajukan sengketa ke Mahkamah Internasional.

Namun, para pendahulunya memilih sikap berbeda. Salah satunya Presiden Gloria Macapagal Arroyo. Pada 20 Agustus 2008, ia mengeluarkan surat edaran berjudul "Guidelines on Matters Pertaining to North Borneo (SABAH)".

Isinya, "Tidak ada satu pun elemen Filipina, termasuk pemerintah yang menyebut secara langsung atau tidak langsung atas pengakuan kedautalan pihak asing terhadap Sabah. Atau tak mengakui Sabah sebagai warisan Filipina." Secara halus, Arroyo mengimbau kepada rakyatnya untuk mengakui Sabah sebagai wilayah kedaulatan Filipina.

Terkait hal tersebut, Kementerian Luar Negeri Filipina (DFA) membenarkannya. Juru Bicara DFA Raul Hernandez mengingatkan pemerintah Filipina di bawah Aquino bahwa sebelumnya pernah ada surat edaran dari Presiden sebelum Aquino III, Gloria Macapagal Arroyo.

"Presiden Arroyo mengimbau semua pihak pemerintah untuk memperhatikan bahwa apapun klaim yang dilakukan pihak asing, tersirat maupun terang-terangan, Sabah tetap wilayah Filipina," ucap Hernandez.

Menurut dia, kala itu, edaran Arroyo tersebut dikeluarkan setelah diskusi nasional National Disaster Risk Reduction and Management Council (NDRRMC) -- sebagai sikap untuk menegaskan sikap pemerintah atas ketidakjelasan Sabah oleh Filipina.

"Saya memahami ada 2 indikasi apakah menyebut Sabah atau tidak sebagai bagian dari Malaysia. Sampai saat ini, edaran tersebut belum disentuh kembali. Belum direvisi atau pun diubah," kata Hernandes. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.