Sukses

Vatikan dan Legenda 'Palsu' Paus Yohana, Paus Perempuan

Jorge Mario Bergoglio terpilih menjadi Paus yang baru, di antara 115 kardinal yang menggelar konklaf. Proses ini mengingatkan kembali tentang legenda Paus perempuan.

Asap putih dihembuskan dari cerobong asap Kapel Sistina, menandai terpilihnya, pemimpin dari 1,2 miliar umat Katolik dunia. Sekaligus pengganti Paus Benediktus XVI yang mundur akibat usia sepuh dan kesehatan yang menurun.

Kardinal Argentina, Jorge Mario Bergoglio, terpilih menjadi Paus yang baru. Menjadi pemimpin Tahta Suci Vatikan pertama yang berasal dari Amerika Latin -- meski darah Italia masih mengalir dalam dirinya. Ia memilih menggunakan nama Paus Fransiskus I.

Paus Fransiskus I terpilih di antara 115 kadinal yang menggelar konklaf di Kapel Sistina. Semuanya adalah pria. Dan meski ada sekitar 600 juta pemeluk Katolik perempuan di dunia, tak satu pun memiliki hak memilih.

Proses pemilihan Paus yang terjadi di Vatikan membangkitkan kembali kontroversi tentang keberadaan Paus perempuan: Paus Yohana, yang disebut-sebut dalam legenda Abad Pertengahan, diduga sempat memerintah dua tahun, sejak 853 hingga 855.

Setidaknya ada dua film yang dibuat tentang Paus Yohana, perempuan Inggris yang menyamar di balik jubah, untuk menjadi pastor -- sesuatu yang dilarang keras dalam Gereja Katolik.

Seperti diceritakan, konon, Yohana mengalahkan para pria dalam studi agama, peringkatnya naik menjadi Kardinal, lalu Paus. Juga dikatakan, ia melahirkan dan akhirnya meninggal dunia di tengah prosesi kepausan.

Namun, baik Vatikan maupun para sejarawan menolak mentah-mentah klaim ini. Diarmaid MacCulloch, teolog dan sejarawan dari Oxford University mengatakan, kisah tentang Paus Yohana hanyalah mitos. Tak ada nilai sejarahnya, kecuali sekadar fiksi satir.

Tapi, "Ia terus menarik rasa penasaran dan minat," kata dia, seperti dimuat CNN (13/3/2013). "Yang dihembuskan orang-orang Abad Pertengahan yang anti-kepausan. Para Protestan. Juga pendukung revolusi Prancis yang ingin mendeskreditkan gereja."

Diarmaid menambahkan, kisah itu juga didukung segelintir pemeluk Katolik sendiri, yang ingin melihat keberadaan imam perempuan. "Bagi saya, ini aspek yang paling berbahaya dari cerita ini: menggunakan sebuah cerita yang terang-terangan tidak masuk akal demi tujuan yang baik."

Misteri Viscus Papissa di Vatikan

Apapun, masih ada yang meyakini keberadaan Paus Yohana. Pertanyaan yang selalu diulang-ulang, mengapa ada kursi khusus yang digunakan di masa lalu yang konon untuk mengecek jenis kelamin Paus?

Atau, bagaimana dengan Vicus Papissa atau Road of the Lady Pope -- sebuah jalan kecil atau gang dari Abad Pertengahan yang dihindari dalam prosesi kepausan? Menurut legenda, jalan itu adalah tempat di mana Paus Yohana meninggal saat melahirkan.

Namun sejarawan membantah klaim itu. Jalan itu diberi nama Vicus Papissa tak ada kaitannya dengan keberadaan Paus Yohana, melainkan terkait keluarga Pape yang pernah tinggal di sana.

Legenda Paus Yohana dijadikan inspirasi bagi perempuan untuk mengimbangi dominasi pria di Gereja Katolik Roma.

Di Roma, Italia, terdapat  Gereja Santa Lucia, di mana semua benda seni dan lukisan di dindingnya menyoroti peran penting perempuan dalam perkembangan gereja di masa lalu. Terutama Bunda Maria, ibunda Yesus Kristus. Sejarah gereja juga mencatat banyak orang suci atau santo perempuan yang berjuang demi keyakinannya, bahkan berkorban nyawa.

"Setiap orang kini menginginkan perempuan ada di mana-mana. Sebab, ada fakta yang tak bisa ditolak: saat ini, kaum perempuan sangat, sangat kuat," kata salah satu jemaat Gereja Santa Lucia, Alessandra Candrelli.

Sementara,  Donna Orsuto, dosen Pontifical Gregorian University di Roma berpendapat, sedikit saran dari perempuan bisa melepaskan Vatikan dan gereja dari skandal pelecehan seksual yang dilakukan oknum pasturnya.

Perempuan Tetap Berperan Penting

Sementara, Suster Mary Ann Walsh dari Konferensi Uskup Katolik AS  mengakui, memang pria mendominasi hierarki gereja. Namun, perempuan tetap menempati posisi penting di organisasi sosial dan amal Katolik.

"Sebagai gambaran, di AS, statistik kami lebih baik dari Departemen Tenaga Kerja dalam hal jumlah perempuan yang menempati jabatan eksekutif," kata dia. Perempuan juga memiliki pengaruh tak langsung pada eselon atas Vatikan.

"Tentu saja gereja tidak demokratis dalam pengertian masyarakat sipil," kata Kardinal Jose Saraiva Martins dari Portugal. "Ini sebuah gereja hierarkis, sehingga tidak semua orang adalah sama." (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.