Sukses

Jelang Pemilu, Jumhur Hidayat Ajukan 10 Kriteria Pemimpin Bangsa

Jelang pemillu yang digelar tahun depan, mantan aktivis pergerakan mahasiswa era 80-an Moh Jumhur Hidayat mengajukan 10 kriteria menjadi pemimpin bangsa guna mewujudkan Indonesia lebih baik lagi.

Jelang pemilu yang akan digelar 2014, mantan aktivis pergerakan mahasiswa era 80-an yang juga Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat pun mengajukan 10 kriteria untuk menjadi pemimpin bangsa guna mewujudkan masa depan Indonesia lebih baik lagi. Ia menilai hal itu sekaligus dapat menjamin terpenuhinya kemartabatan rakyat di bidang ekonomi maupun kehidupan kebangsaan lainnya.

Kesepuluh kriteria itu, menurutnya, patut diupayakan segera oleh semua komponen yang berada di tataran elit bangsa khususnya menghadapi pergantian kepemimpinan nasional pada 2014 nanti.

"Pertama, pemimpin ke depan harus memahami aspek keindonesiaan dengan sempurna mulai sejarah dan kebudayaannya, termasuk perkembangan kemasyarakatan yang meliputi harapan dan kekuatan ekonominya demi membangun cita-cita kemakmuran rakyat," jelas Jumhur, saat menjadi pembicara utama dalam seminar "Kebangsaan dan Masa Depan Negara" oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga, Jawa Tengah, Sabtu 23 Februari kemarin.

Dalam kaitan faktor pertama itu, Jumhur menambahkan, keberadaan seorang pemimpin dituntut memiliki kemampuan untuk meletakkan sistem kenegaraan sesuai mandat UUD 1945 yang berkiblat pada pembangunan kemajuan bangsa, dengan diiringi berbagai perbaikan permasalahan nasional melalui visinya yang berkeadilan dan prorakyat.

Kedua, kata Jumhur, pemimpin masa depan adalah orang yang sanggup mengenal baik sejumlah keunggulan lokal milik bangsa beserta keberagamaannya. Hal itu dimaksudkan agar nantinya bisa ditransformasikan sebagai aktualitas kehidupan bermasyarakat secara produktif dan terhormat.

"Dalam pengertian ini, hasrat keberagaman harus ditampilkan dalam semangat dan kerjasama harmoni antarkelompok masyarakat, sehingga tidak menimbulkan benturan yang bisa mengganggu tatatan kebangsaan. Sebab, perjalanan sejarah kita memang telah dipenuhi dengan prinsip persaudaraan sesama anak bangsa," ujarnya.

Ketiga, pemimpin Indonesia harus mendasarkan adanya dinamika pergaulan internasional terkait peranan bangsa, untuk membawa Indonesia tidak saja sejajar dan dihormati bangsa-bangsa lain, tetapi juga mampu menghadirkan posisi pengayom melalui kepantasan hubungan antarbangsa yang saling membutuhkan.

Keempat, Indonesia memerlukan corak pemimpin yang bergerak cepat untuk memadukan potensi sumberdaya alam (SDA) nasional dengan pendayagunaan sumberdaya manusia unggul dari bangsa sendiri, agar keberlimpahan SDA-nya diorientasikan bagi kepentingan dan sebesar-besar kemakmuran bangsa.

"Selanjutnya, dalam bidang ekonomi, pemimpin disyaratkan dengan gagasan atau azas kerakyatan dalam keputusan ekonomi pemerintah, akibat gagasan mulia itu telah lama absen yaitu sekitar empat dasawarsa. Karenanya, pemimpin ke depan harus berani menghidupkan azas kerakyatan demi pemerataan dan pertumbuhan pembangunan yang dirasakan oleh rakyat," papar Jumhur, tentang kriteria kelima.

Sedangkan keenam, pemimpin bangsa harus memunculkan tegaknya aspek pelayanan birokrasi pemerintah dalam orientasi pelayanan publik yang prima. Ketujuh, Jumhur menyebutkan pemimpin yang dibutuhkan yakni berlatarbelakang rekam jejak bersih alias tidak berjiwa koruptif, mengedepankan kejujuran, serta cermin seorang pemimpin dengan kesalehan individual yang diidamkan rakyat.

"Adapun butir kriteria kedelapan, seorang pemimpin bangsa adalah sosok terbuka dalam menerima masukan dan kritik, untuk ditindaklanjuti ke arah perumusan kebijakan yang menguntungkan publik. Namun pada sisi lain, ia juga seorang pribadi tegas dalam menjalankan kebijakan yang diamanatkan kepadanya," tambah Jumhur.

Kesembilan, mengingat syarat pemimpin harus berdimensi ketegasan sikap, maka dia pun selayaknya menggambarkan perjalanan negara berikut pemerintahan bagi pendidikan pendewasaan rakyat, di samping berani memutuskan tidak semua kehendak rakyat dapat dipenuhi.

"Kesepuluh, dalam bidang politik, kualitas pemimpin akan dituntut pula menyelenggarakan efektivitas demokrasi dalam tahapan berkemajuan, yang diselaraskan untuk memperkuat basis sosio kultural bangsa dalam setiap keputusan-keputusannya," ungkapnya.

Jumhur mengaku, pemimpin nasional berkewajiban membuat kehadiran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjadi lembaga yang aktif merumuskan produk legislasi sebagaimana diharapkan rakyat, selain bertugas untuk penguatan otonomi pemerintahan daerah.

"Bahkan, untuk adanya kepemerintahan daerah yang lebih berkembang dan merata pembangunannya, kita mengharapkan kepemimpinan ke depan berani menambah lagi jumlah provinsi karena tidak cukup hanya 33 provinsi saja," tantangnya.

Jumhur pun meyakini, untuk tercapainya bentuk pemerintahan daerah ideal sebaiknya hanya pada level gubernur yang dipilih rakyat, dan untuk bupati atau walikota pemilihannya dilakukan oleh DPRD kabupaten atau kota. (Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini