Sukses

Lolos Korupsi KPU, Anas Urbaningrum Tersandung Harrier

Anas Urbaningrum keluar dari KPU dan masuk ke Partai Demokrat.

Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka korupsi mega proyek pusat olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Ketua Umum Partai Demokrat itu pun juga dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan.

Anas tak hanya kali ini saja berurusan dengan KPK. Pada 2005 dia juga sempat berurusan dengan KPK saat masih menjabat sebagai komisioner KPU.

Nama Anas mulai dikenal saat dia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam. Pria yang lahir di Desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur, pada 15 Juli 1969 ini pun sempat menjabat Ketua Umum PB HMI periode 1997-1999.

Dari kursi Ketua Umim PB HMI, Anas kemudian terpilih menjadi anggota KPU untuk mengawal pelaksanaan Pemilu 2004. Pada Pemilu 2004, Susilo Bambang Yudhoyono untuk pertama kalinya terpilih sebagai Presiden.

Namun, KPK mengendus ada yang tidak beres dalam pelaksanaan Pemilu 2004. KPK menemukan adanya suap dan korupsi dalam sejumlah pengadaan yang dilakukan KPU saat itu. BPK menyebutkan ada 33 indikasi penyimpangan yang mengindikasikan merugikan negara hingga Rp 179 miliar.

Sejumlah komisioner KPU saat itu pun akhirnya dibui akibat tersandung suap dan korupsi. Sebut saja Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin, serta beberapa anggotanya seperti Mulyana W Kusumah, Daan Dimara, dan Rusadi Kantaprawiwa. Serta dua pejabat KPU seperti Hamdani Amin dan Sussongko Suhardjo. BPK

Anas pun sempat disebut-sebut terlibat dalam kasus ini. Bahkan, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 20 Juli 2005, Mulyana W Kusumah yang saat itu tersandung kasus suap KPU menyebutkan keterlibatan Anas.

Dalam persidangan, Mulyana mengaku sebelum melakukan penyuapan kepada auditor BPK, dia sempat mengirimkan pesan singkat kepada Anas. Isinya, Mulyana meminta bantuan agar Anas ikut membantu mencarikan dana untuk menyuap auditor BPK.

Mulyana yang saat itu tengah bersaksi untuk tersangka Wakil Sekjen KPU Sussongko, mengungkapkan Anas kemudian membalas pesan singkatnya. "Akan diusahakan," kata Anas dalam pesan singkat kepada Mulyana. Namun, sayangnya pengakuan Mulyana ini tidak didalami hakim.

Tak hanya itu, Anas juga sempat diduga menerima aliran dana dari proyek yang dilakukan KPU untuk pelaksanaan Pemilu 2014. Anas disebut menerima US$ 105 ribu. Atas dugaan penerimaan uang, saat itu Anas hanya menjawab santai. "Ini kan KPU Republik Indonesia, mata uangnya rupiah bos," kata Anas usai diperiksa KPK pada 31 Mei 2005.

Namun, lagi-lagi kasus penerimaan uang yang disebut dana taktis KPU itu tak jelas. Bahkan pada 8 Juni 2005, Anas kemudian mengundurkan diri dari KPU. Anas pun kemudian ditarik masuk ke Partai Demokrat. Di partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono itu, Anas diberi jabatan sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.

Karir Anas pun kemudian melesat. Pada 2009, Anas terpilih sebagai anggota DPR dari Partai Demokrat. Dan pada 1 Oktober 2009, Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR. Namun, pada 2010, Anas mengundurkan diri dari DPR karena terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Saat menjadi anggota DPR ini, Anas kemudian diduga menerima gratifikasi dari rekanan proyek Hambalang. Anas tak dapat mengelak lagi. KPK menyebutkan, Anas diduga menerima gratifikasi terkait sejumlah proyek.

KPK tak menyebut gratifikasi yang diterima Anas. Diduga gratifikasi itu berupa Toyota Harrier. Melalui kuasa hukumnya, Anas telah membantah menerima Harrier ini.

KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anas pun terancam penjara selama 20 tahun. (Ary)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini