Sukses

Soal Parpol, KPU Tak Superior dari Bawaslu

Banyak pihak yang mempertanyakan peran dan batasan masing-masing lembaga tersebut dalam pemilu.

Polemik tak akurnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu dalam menyoal keikutsertaan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dalam Pemilu 2014 mendatang masih berlanjut. Banyak pihak yang mempertanyakan peran dan batasan masing-masing lembaga tersebut dalam pemilu.

"KPU dan Bawaslu artinya setara, tak ada yang superior. Terkait kedudukan pemilu dan saling mengawasi, Bawaslu lebih dominan. KPU sebagai pelaksana pemilu, dia diberi kewenangan sesuai Undang-undang nomor 8/2012," terang Pengamat Pemilu dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin.

Hal itu disampaikan Said dalam diskusi Eksaminasi Publik Seputar Kontroversi Penolakan KPU atas Keputusan Bawaslu 012/2013, yang meloloskan PKPI sebagai peserta Pemilu 2014 di Hotel The Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2013).

Said menuturkan, berdasarkan UU 12/2011, kedudukan kedua lembagai ini selanjutnya akan dikonsultasikan kepada DPR. Artinya, saat ini, tidak ada aturan yang berlaku tanpa konsultasi DPR terlebih dahulu.

"Kalau ada penilaian, aturan Bawaslu overdosis, saya kira mereka mengada-ngada," ucap Said.

Sebelum November 2012, lanjut Said, aturan Bawaslu ini sudah dikonsultasikan ke DPR. "Kalau tak tahu, ada kemungkinan, pertama pura-pura tak tahu. Kedua benar-benar tak tahu. Kalau tak tahu, berarti DPR tak cakap," ujar Said.

Said menambahkan, Undang-Undang Peraturan, Pembentukan, dan Perundang-Undangan (UU P3) menyebutkan, lampiran mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang. Oleh karena itu Peraturan Bawaslu no 12/2013 model C10 dan C14 mempunyai kekuatan yang mengikat.

"Artinya, tak bisa dibantah lagi, keputusan Bawaslu tak bisa ditolak lagi," tutur Said.

"Kalau KPU sekarang mengatakan tak berwenang, saya bilang mengada-ngada. Anehnya, kalau ada yang enggak lolos, tak masalah. Tapi kalau ada yang lolos selalu menjadi masalah antara KPU dan Bawaslu," imbuhnya.

Said tak sependapat Jika Bawaslu dikatakan tak berwenang mengoreksi peraturan KPU untuk keterwakilan perempuan di daerah sebanyak 30%. "Saya berpandangan bahwa karena dia sebagai pengawas, maka dalam kerangka itulah dia mengoreksi. Percuma tugas dia sebagai pengawas," ucapnya.

"Terkait inkonsistensi dalam menghadirkan saksi dan bukti. Bawaslu menggunakan tafisr x, yg lain a. Tafsir itu pandangan, bisa berbeda. Bukan membeda-bedakan, tapi teknisnya berbeda. Intinya KPU melanggar UU 8/2012 yang dibuatnya sendiri," pungkas Said. (Ndy)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.