Sukses

Bawaslu Tidak Punya Wewenang Uji Peraturan KPU

KPU menyatakan Bawaslu tidak punya wewenang untuk menguji Peraturan KPU terhadap Undang-Undang. Bawaslu juga dinilai inkosisteni dalam putusan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan tetap menolak putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meloloskan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) untuk bisa mengikuti Pemilu 2014.

Komisioner KPU Bidang Hukum Ida Budhiati mengatakan ada beberapa alasan KPU tidak menjalankan putusan Bawaslu tersebut. Berdasarkan kajian seluruh komisioner KPU, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, mewajibkan Bawaslu menyelesaikan sengketa Pemilu dengan cara yang akuntabel dan transparan.

Namun, ia mengingatkan, Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk menguji Peraturan KPU terhadap undang-undang. "Misalnya keterwakilan kuota 30 persen perempuan dalam kepengurusan parpol yang dinilai Bawaslu tidak sesuai UU No 8/2012," ujar Ida dalam jumpa pers di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2013).

Menurut Ida, keputusan Bawaslu tidak serta merta dilanjutkan dengan pembatalan Peraturan KPU (PKPU) karena Bawaslu memang tidak memiliki wewenang. Akan tetapi, Bawaslu menggunakannya kepada partai politik yang sudah dinyatakan tidak memenuhi syarat namun mengubahnya menjadi memenuhi syarat. Dalam hal ini PKPI tetap tidak lolos maju di Pemilu 2014 mendatang.

"Putusan KPU masih berlaku dan belum dinyatakan batal," katanya.

Selain itu, lanjut Ida, ada pertimbangan Bawaslu yang tidak konsisten. Misalnya, ada perbedaan keterangan KPU provinsi kab/kota yang oleh Bawaslu dinyatakan sebagai bagian integral KPU. Tapi untuk PKPI di Jawa Tengah, ada perbedaan penilaian pada KPU provinsi. Di Jawa Tengah, PKPI menyoal Kab Cilacap, Kudus, Kendla, Demak, Grobogan, Sukoharjo.

"Di Klaten, keterangan dan bukti yang disampaikan KPU provinsi diterima sebagai alat bukti. Tapi di Kabupaten Grobogan, keterangan KPU provinsi dianggap tidak memiliki nilai pembuktian karena KPU provinsi tidak menjalankan sendiri proses verifikasi faktual di kabupaten tersebut. Ini inkonsistensi Bawaslu dalam menilai," kata Ida lagi.

Ida menjelaskan lebih jauh, bahwa persoalan lainnya adalah terkait bukti-bukti yang diserahkan pemohon dan termohon. Setelah KPU mempelajari, ada satu alat bukti yang sudah diserahkan kepada Bawaslu yang disertai dengan tanda terimanya. Namun tidak digunakan dalam pertimbangan. "Ini untuk daerah Sumbar dan empat kabupaten/kota," ujarnya.

Akan tetapi, alat bukti termohon yang tidak pernah disampaikan di muka persidangan itu, ujar Ida menerangkan, malah digunakan dalam putusan dan menjadikannya sebagai pertimbangan. Contohnya keterangan mantan hakim konstitusi.

Padahal, Ida menerangkan, dalam rekaman KPU, keterangan ahli tidak pernah diajukan di persidangan baik lisan dan tertulis. "Tapi anehnya malah digunakan dalam putusan Bawaslu," kata dia.

Sementara dalam catatan KPU, kata Ida, yang mengajukan ahli adalah PDS dan PBB. Sementara PKPI hanya mengajukan saksi dari pengurus, anggota, pengurus RT, dan lurah. "Meski transparan, tapi (putusan) itu seharusnya bisa dipertanggungjawabkan," ucap Ida. (Adi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini