Sukses

John Kerry Dilantik Sebagai Menlu AS

John Kerry resmi dilantik di depan publik sebagai Menlu AS menggantikan Hillary Clinton Rabu (6/2) waktu setempat.

John Kerry resmi dilantik di depan publik sebagai Menlu AS menggantikan Hillary Clinton Rabu (6/2) waktu setempat. Dalam pelantikan tersebut, dirinya berjanji akan memajukan perdamaian namun tetap memperingatkan akan mengambil langkah apapun yang diperlukan dalam menghadapi "ekstrimisme, terorisme, kekacauan dan kejahatan" meskipun dirinya lebih menginginkan jalan damai dalam penyelesaian konflik.
 
"Saya bangga terhadap jabatan ini, karena saya ingin bekerja bagi perdamaian dan nilai-nilai serta ideologi bangsa kita yang benar-benar mewakili kemungkinan hidup terbaik di bumi," kata Kerry.

Seperti dilansir AFP, Kamis (7/2/2013), hal itu disampaikannya berdasarkan pengalaman yang mengajarkannya, bahwa ketika semua upaya tersebut habis tetap harus bersiap-siap mempertahankan sikap dan  mengambil tindakan tegas.

Sebelum dilantik di depan publik, Kerry telah disumpah sebagai Menlu AS dalam sebuah upacara kecil dan tertutup di Capitol Hill pada Jumat (1/2), kurang dari 2 jam setelah Hillary Clinton mengundurkan diri dari jabatan tersebut.

Acara pelantikan John Kerry kemarin yang juga dihadiri oleh mantan Menlu AS Madeleine Albright dan beberapa senator, termasuk John McCain diatur sendiri oleh Wakil Presiden Joe Biden.

Kerry merupakan teman lama Biden ketika keduanya sama-sama masih berada di Senat AS.

Pada momen pelantikan itu, Biden memuji integritas dan mandat Kerry sebagai diplomat tertinggi Amerika. Biden juga mengatakan bahwa satu-satunya yang ia sesalkan adalah saat Kerry tidak dilantik sebagai Presiden AS pada 2004, setelah Kerry kalah dari George W. Bush dalam pemilu.

Sementara Kerry sendiri dalam pidatonya tidak terlalu banyak menyentuh prioritas kebijakan politik luar negerinya secara spesifik.

"Ini bukan saatnya bagi Amerika untuk mundur. Ini saatnya bagi kita untuk terus memimpin," ujar Kerry.

Dunia, katanya mengingatkan, sedang menghadapi "teknologi yang tak tertandingi, pertumbuhan yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam hal generasi muda serta konflik antar kelompok yang tidak terkendali dan ekstrimisme agama."

Dalam pidatonya dia juga mendesak Amerika Serikat untuk bergabung dengan negara-negara lain, menyatukan sumber-sumber daya, talenta, pemikiran, dan melakukan pengaturan ketika tidak ada aturan dan untuk memperbaiki serta mencoba memperbaiki apa yang rusak. (Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini