Sukses

'Obat Kuat' Tanaman Khat di Puncak Dibasmi, Turis Arab Berkurang

Tanaman khat yang diyakini sebagai obat kuat atau peningkat vitalitas ini pun mulai dibasmi.

Sejak Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan tanaman khat (chata adelis) masuk dalam tanaman bahan narkoba jenis cathynone dan turunannya, warga dilarang mengonsumsi, memiliki, menanam, maupun menjualnya. Tanaman yang diyakini sebagai obat kuat atau peningkat vitalitas ini pun mulai dibasmi.

Sejumlah warga Bogor yang sebelumnya telah menanam tanaman ini untuk dijual pun terpaksa harus berhenti menanam, apalagi menjualnya. Tak heran, turis atau para pelanggan yang umumnya berasal dari Timur Tengah berkurang.

"Pasti akan berkurang. Ini aja sejak ditutup garis polisi yang mau beli pada enggak jadi," ujar Nanang, salah satu pemilik tanaman khat saat ditemui BNN di rumahnya di Jalan Pasir Tugu, Kampung Impres, Desa Ciebereum, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Selasa (5/2/2013).

Bapak 3 anak ini menjelaskan, biasanya setiap libur musim panas, wisatawan asal Arab banyak yang berkunjung ke Bogor. Sebagian besar pelancong dari Timur Tengah itu mencari tanaman khat sebagai ramuan 'keperkasaan' pria.

"Mereka biasanya langsung dikunyah, sarinya ditelan dan ampasnya ada yang dimakan dan dibuang. Yang diambil pucuknya. Biasanya 1 kantong plastik gede bisa dimakan untuk 3 orang. Harganya biasanya Rp 1,2 juta," ujarnya.

Kini Nanang pun hanya bisa pasrah dengan adanya larangan ini, walapun belum secara resmi masuk dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba. Ia berharap ada ganti rugi dari pemerintah dengan tanaman pengganti alternatif lainya.

"Ini kan udah jadi mata pencaharian saya. Kalau saya enggak bisa nanem, ya enggak punya duit saya. Saya kan cuma nanem lahan bos saya, punya orang Arab," ucapnya. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini