Sukses

Penggunaan Tenaga Kontrak Dinilai Mengeksploitasi Buruh

Meski RUU Ketenagakerjaan sudah disahkan DPR, ada beberapa pasal yang menjadi ganjalan. Misalnya, pasal yang mengatur soal outsourcing. Ini dikhawatirkan bakal memberi peluang eksploitasi buruh.

Liputan6.com, Jakarta: Di tengah demonstrasi sejumlah buruh, DPR akhirnya menyetujui pengesahan Rancangan Undang-undang Ketenagakerjaan pada Sidang Paripurna di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2). Namun, ada sejumlah pasal yang mendapat catatan. Misalnya, Pasal 137 hingga 145 tentang Mogok dan Hak Pekerja, serta Pasal 154 tentang Pesangon. Selain itu, masalah outsourcing atau penggunaan tenaga kontrak oleh perusahaan juga mendapat sorotan dari sejumlah kalangan [baca: RUU Ketenagakerjaan Disahkan, Polisi-Demonstran Bentrok].

Sejumlah masalah krusial itu juga menjadi topik hangat dalam dialog Liputan 6, Selasa (25/2) petang, yang dipandu Arief Suditomo. Menurut Ketua Panitia Khusus RUU Ketenagakerjaan DPR Surya Chandra Surapaty, pengesahan RUU Naker tersebut sebagai upaya maksimal yang telah dicapai untuk kepentingan hubungan industrial. Dia berharap, UU Naker baru itu nantinya bakal mendorong kemajuan dunia usaha di Tanah Air.

Pernyataan Surya tak disetujui Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Saeful Tavip. Dalam kacamata Saeful, banyak pasal dalam RUU Naker yang memberi ruang untuk mengeksploitasi kalangan buruh. Soal outsourcing, misalnya. Itulah sebabnya, Saeful memandang bahwa masalah tenaga kontrak itu dalam bentuk apa pun harus ditolak. Alasannya, upah pekerja bakal dipotong oleh agen. "Ada perbedaan syarat kerja dan [akhirnya] membuka ruang penyelewengan," ucap Saeful.

Menyoal pemutusan hubungan kerja, Surya mengungkapkan bahwa UU Naker jelas menghindarkan sejauh mungkin pemecatan terhadap buruh maupun karyawan. Namun, Saeful justru berpendapat lain. Menurut Saeful, UU Naker yang baru ini justru tak melindungi karyawan dari PHK. Buktinya, tambah Saeful, ada sembilan pasal yang jelas-jelas memberi ruang bagi pengusaha memecat pekerjanya. Apalagi, Sekjen Aspek ini melihat masih bertumpuknya kasus PHK yang belum terselesaikan. Karena itu, Saeful menggarisbawahi bahwa soal penegakan hukum yang harusnya lebih diutamakan.

Menanggapi hal itu, Ketua Pansus RUU Naker DPR mengingatkan, masalah PHK akan dijelaskan tersendiri dalam RUU Penyelesaian Perselisihan Dunia Usaha yang diharapkan disahkan pada April mendatang. Sedangkan mengenai RUU Naker yang baru disahkan, Surya menegaskan bahwa peraturan tersebut adalah suatu langkah kemajuan. Buktinya, ada 60 pasal yang dirombak. Bahkan, perombakan itu setelah kalangan DPR bertemu dengan sejumlah perwakilan pengusaha maupun serikat pekerja.

Penjelasan Surya ternyata tak memuaskan Saeful. Alasannya, pertemuan tersebut tak diwakili kalangan buruh yang representatif. Bahkan, beberapa perwakilan pekerja baru diundang setelah pembahasan RUU Naker sudah setengah jalan. Itulah sebabnya, ia berniat terus menggelar aksi menolak UU Naker bila langkah persuasif mereka tak juga ditanggapi DPR maupun pemerintah. Saeful optimistis langkah mereka bakal berhasil, mengingat Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan buatan rezim Orde Baru saja bisa dibatalkan.(ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini