Sukses

Buku Berbau Seks 'Ngeunah Keneh Inem' Gemparkan Bandung

Dunia pendidikan kembali dihentak dengan ditemukannya buku tak pantas yang beredar di sekolah.

Dunia pendidikan kembali dihentak dengan ditemukannya buku tak pantas yang beredar di sekolah. Buku berjudul 'Ngeunah Keneh Inem' yang berisi cerita dewasa yang berbau seks diketahui beredar di beberapa sekolah SMP dan SMA di Bandung, Jawa Barat.

Tahun lalu orangtua murid di Jakarta dikejutkan materi ajar berupa cerita Bang Maman dari Kali Pasir, yang bertutur soal isteri simpanan, yang terselip dalam buku pegangan mulok PLBJ. Kemudian di Mojokerto, ditemukan foto Miyabi dengan pakaian minim tercetak dalam lembar kerja siswa (LKS) mata pelajaran Bahasa Inggris.

Sementara di Kudus, pada LKS mulok Bahasa Jawa termuat kisah Resepe si Mbah yang mencantumkan nyimeng (mengonsumsi ganja), ngomberong gendul (minum minuman keras dua botol), dan merokok sebagai saran bagi tokoh cerita.

Melihat kondisi tersebut yang kian marak akhir-akhir ini, anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi Agama, Sosial, dan Anak, Ledia Hanifa Amaliah, menyayangkan terulangnya kejadian ini. Ia meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk tidak kembali kecolongan atas beredarnya buku yang belum pantas dibaca dan dikonsumsi oleh para peserta didik di sekolah.

"Kalau kecolongan kok sampai berkali-kali. Masuknya buku ke lingkungan sekolah pasti harus melalui saringan berlapis. Ada saringan dari penerbit, dari Diknas, juga dari sekolah, baik itu meliputi kepala sekolah, guru maupun bagian kepustakaan. Tapi kok ini malah kecolongan terus," ungkap Hanifah dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Jumat (1/2/2013).

Karenanya, Politisi Partai Keadilan Sejatera (PKS) itu menilai, masuknya buku atau bahan pelajaran yang tak pantas dibaca apalagi diajarkan ke sekolah menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pemilahan, pengawasan dan evaluasi bahan pelajaran.

"Pada berberapa temuan, proses pemilahan, pengawasan dan evaluasi bahan ajar, pada prakteknya hanya sampai di tahap formalitas, seperti mengisi formulir dan berkas-berkas. Tidak sungguh-sungguh dilakukan atau kadang diserahkan bukan pada ahlinya," tuturnya.

Untuk mencegah terjadinya kasus serupa, Hanifah mendesak agar dinas pendidikan, guru dan penerbit agar lebih dapat bertanggung jawab dalam menyediakan bahan pelajaran dan bahan bacaan yang bermutu, yang mampu membantu anak didik menjadi cerdas, kreatif dan berakhlak.

"Khusus dinas pendidikan harus lebih selektif dalam memilah buku sebagai rujukan bahan ajar. Jangan hanya mempertimbangkan faktor biaya yang lebih hemat lalu memilih penulis atau penerbit sembarangan. Mendidik generasi itu amanah besar. Maka faktor kecakapan menulis, kesesuaian tema ajar dan kelayakan serta ketepatan penyajian pada peserta didik yang dituju harus menjadi dasar pertimbangan," pungkasnya. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini