Sukses

VIDEO: Barometer: Menjaga Air Jakarta

Pemerintah pusat dan Pemda DKI Jakarta terus berupaya mencegah banjir yang terus melanda Ibukota dengan mengoptimalkan sistem pengairan dan mengatasi sampah.

Ketika langit di Jakarta diselimuti awan pekat lalu titik titik air mulai jatuh ke Ibukota maka hampir dipastikan banjir di depan mata. Terjangan banjir pun tidak mengenal tempat mulai dari Istana Negara, kawasan Bunderan HI, kawasan bisnis hingga daerah pemukiman. Semua lumpuh akibat banjir.

Awalnya, Jakarta dibangun Gubernur Batavia yang juga penguasa VOC Jan Pieter Zooen Coen pada awal abad ke 17 dengan konsep kota air atau water front city dengan kanal-kanal seperti di Belanda.

Pada tahun 1918 hujan turun tidak henti hentinya pada bulan Januari hingga Februari mengakibatkan banjir besar. Kota Batavia pun lumpuh. Akibat banjir besar ini Profesor H Van Breen membuat kanal banjir jakarta tujuannya untuk mengendalikan aliran air dari hulu yang masuk ke kota Jakarta.

Namun, terbangunnya banjir kanal ternyata tidak menjamin Jakarta bebas banjir. Tercatat beberapa kali banjir besar menerjang Batavia yang kemudian berubah nama menjadi Jakarta.

Beberapa arsip sejarah menggambarkan air ciliwung awalnya mengalir bebas tidak berlumpur dan tenang. Banyak kapten kapal yang singgah mengambil air Ciliwung untuk diisi ke botol dan gucci-gucci di kapal.

Namun, wajah Ciliwung kini berubah total. Kian merana, warnanya pudar badannya dipenuhi sampah. Polah tingkah warga kota membuat tugas Ciliwung untuk mengalirkan air ke laut terasa makin berat.

Jakarta memang sangat rentan oleh banjir karena secara Topogorafi, Jakarta relatif datar dan 40 persen wilayah berada di bawah muka air laut pasang. Diharapkan kanal banjir timur (KBT) yang menghabiskan biaya hampir Rp 5 triliun bisa mengurangi banjir Jakarta secara signifikan. Tetapi kenyataannya, beberapa kawasan di sekitar KBT masih ikut kebanjiran.

BKT sebenarnya digagas sejak tahun 1973 tetapi baru dua tahun lalu akhirnya terwujud dengan tangkapan air seluas 207 kilometer persegi. Tetapi mengapa banjir masih juga terjadi.

Makin sedikitnya daerah resapan air dituding jadi pemicu di wilayah Puncak, Bogor, Jawa Barat, kini telah padat dengan pendirian villa yang banyak menyalahi ijin. Namun, Bupati Bogor Rachmat Yasin balik menuding orang Jakarta-lah penyebabnya.

"Kami orang daerah mana berani melawan orang-orang besar Jakarta. Semua vila-vila ini punya orang Jakarta bukan orang Bogor," ujar Rachmat Yasin.

Saling lempar tanggung jawab memang kerap terdengar dalam birokrasi pemerintahan. Tetapi tata ruang Kota Jakarta pun telah banyak yang menyalahi aturan. Pertumbuhan mall yang teramat cepat menggerus kawasan ruang terbuka hijau.

Hal ini diperburuk dengan kebiasaan warga kota yang terbiasa membuang-buang air padahal persediaan air makin menurun. Padahal, beberapa tindakan praktis bisa membantu menyelamatkan bumi seperti tidak lupa menutup kran air hingga menghindari penggunaan bath tub saat mandi.

Langkah sederhana lain adalah membuat lubang biopori di halaman. Teknologi sederhana ini terbukti menambah kemampuan resapan air tanah hingga 42 persen. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berencana membuat 10 ribu lubang biopori dan sumur resapan.

Selain teknologi sederhana, belakangan Pemprov DKI menawarkan teknologi tinggi pencegah banjir seperti pembangunan deep tunnel. Rencananya terowongan akan dibangun sepanjang 22 kilometer mulai kawasan MT Haryono, Ciliwung hingga Pluit yang diiintegrasikan dengan jalan tol dan proyek MRT.

Terowongan multi fungsi berdiameter 12 meter dengan kedalaman 28 meter ini terbagi tiga tingkat yang bisa mengalirkan 2,5 juta meter kubik air banjir. Diperkirakan biaya pembangunan akan mencapai Rp 16 triliun dibangun selama 5 tahun.

Proyek presitisus lainnya adalah pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall. Proyek yang digagas Fauzi Bowo saat menjadi Gubernur DKI Jakarta ini akan dilanjutkan oleh Jokowi. Hal ini dilakukan agar bencana banjir rob yang tiap tahun terjadi saat pasang air laut bisa teratasi. (Adi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini