Sukses

2 Tahun Penggulingan Mubarak, Presiden Morsi Diminta Mundur

Dua tahun sudah penggulingan diktator Mesir, mantan Presiden Hosni Mubarak berlalu.

Dua tahun sudah penggulingan Hosni Mubarak berlalu. Namun, pemerintahan di bawah pengganti Mubarak, Mohamed Morsi belum juga membuahkan hasil yang berarti bagi rakyat Mesir. Bahkan, Presiden Morsi mengeluarkan dekrit presiden yang kontroversial: kekebalan hukum bagi semua keputusan presiden.

Revolusi 25 Januari 2011 ini menciptakan dilema. Pada satu sisi, revolusi ini sukses mendepak penguasa lama Mesir Hosni Mubarak, namun di sisi lain gagal mengikis otoriterisme dan korupsi yang membelit lembaga-lembaga negara, termasuk militer, kekuasaan kehakiman dan birokrasi.

Alhasil, sejumlah warga menggelar demonstrasi sejak November 2012 hingga saat ini. Seperti dilansir Al-Arabiya, Jumat (25/1/2013), ratusan demonstran berkumpul di Tahrir Square dan Istana Presiden di pinggiran Kota Heliopolis untuk memprotes dekrit Presiden Morsi yang dinilai diktator tersebut.

"Turun kau Mohamed Morsi. Hentikan kekuasan mutlak seperti ini," kata demonstran.

Demonstrasi berlangsung rusuh hingga aparat keamanan Mesir pun terpaksa menembakkan gas air mata. Akibatnya, beberapa demonstran dan polisi terluka.

Sebelumnya, Morsi mengimbau rakyat untuk merayakan peringatan lengsernya Mubarak secara damai. "Saya mohon untuk merayakan revolusi dengan damai. Ini semua untuk menjaga keamanan negara, institusi, dan untuk anak cucu kita," seru Morsi.

Namun, warga tidak menghiraukan imbauan sang presiden. Bahkan, saat Morsi menghadiri inaugurasi program maritim, ia malah dicegat puluhan aktivis yang memprotes.

Alasan Morsi Sahkan Dekrit

Meskipun dihujani protes besar-besaran, Presiden Morsi tetap menandatangani dekrit yang memberlakukan konstitusi tersebut pada akhir Desember 2012. Alasannya, hampir 64 persen pemilih mendukung konstitusi dalam jajak pendapat yang diikuti semua elemen partai.

Kelompok Persaudaraan Muslim (Ikhawanul Muslimin), bekas afiliasi Presiden Morsi, memang mendukung konstitusi baru tersebut. Namun anggota-anggota kelompok liberal, sekuler dan Kristen yang beroposisi khawatir konstitusi baru itu akan mengikis kebebasan sipil karena dinilai menentang hak-hak perempuan. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.