Sukses

Empat Obligor Dilaporkan Ke Mabes Polri

Fadel Muhammad, Suyanto Gondokusomo, Baringin Panggabean, dan Santoso Sumali dinilai tak kooperatif membayar kewajiban utang. Upaya itu bukan untuk melimpahkan masalah tersebut ke lembaga lain.

Liputan6.com, Jakarta: Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melaporkan empat obligor perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) ke Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Selasa (4/2) sore tadi. Keempat obligor itu adalah Fadel Mohammad, Suyanto Gondokusomo, Baringin Panggabean, dan Santoso Sumali. Dokumen keempat pemegang saham yang bermasalah itu diserahkan langsung Kepala BPPN Syafruddin Temenggung bersama anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan ke Kepala Polri Jenderal Polisi Da`i Bachtiar.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti turut menyaksikan penyerahan dokumen para obligor bandel tersebut. Sebelumnya, Syafruddin mengatakan para obligor dilaporkan karena tak mau bekerja sama dan melanggar perjanjian pascakeputusan kabinet, 7 Maret silam [baca: Pemerintah Membawa Obligor Bengal ke Kejaksaan].

Asal tahu saja, Fadel selaku pemilik Bank Intan mempunyai kewajiban membayar utang kepada negara sebesar Rp 59,778 miliar. Sedangkan Suyanto, bos Bank Putra Surya Perkasa wajib mengembalikan utang sebesar Rp 1,76 triliun. Baringin, pemilik Bank Namura, harus mengembalikan duit Rp 106,731 miliar. Sementara Santoso, pemilik Bank Metropolitian Kencana dan Bank Bahari harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 34,074 miliar dan Rp 215,5 miliar [baca: Jalur Hukum buat Delapan Bank Bermasalah].

Menurut Kepala Divisi Komunikasi BPPN Raymond van Bekuum, langkah itu dilakukan karena upaya out of court settlement tak mampu memaksa para obligor untuk membayar utangnya. Karena dinilai tak mau menyelesaikan kewajibannya, maka BPPN harus bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan. "Kami tidak melihat mereka punya aset atau tidak. Waktunya cukup adalah cukup, sekarang urusannya polisi," kata Raymond saat berbincang dengan Rosianna Silalahi, petang tadi.

Raymond menampik anggapan upaya itu hanya untuk melimpahkan masalah tersebut ke lembaga lain. BPPN cuma bertugas mengejar aset-aset dan uang yang dipinjam para obligor untuk dikembalikan ke negara. Perihal banyak kasus dimana BPPN kalah dalam persidangan, Raymond mengatakan putusan pengadilan tentunya tak bisa semena-mena karena harus berpijak pada hukum yang jelas. "Kita selalu mengupayakan tuntutan berjalan dengan baik," kata dia.

Sekadar informasi, mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Samadikun Hartono diputuskan bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dari dakwaan menyalahgunakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Padahal jaksa meyakini Samadikun menyelewengkan dana BLBI Rp 169 miliar dari nilai total Rp 1,7 triliun.

Mantan Komisaris Utama Bank Umum Nasional Kaharudin Ongko juga divonis bebas oleh PN Jakpus [baca: Kaharudin Ongko Divonis Bebas]. Kaharudin baru membayar sekitar 0,1 persen atau Rp 8,6 miliar utangnya ke BPPN. Padahal, surat utang yang diterbitkan PT Arya Mustika Mulia Abadi, perusahan induk Ongko, senilai Rp 8,3 triliun.

Hukuman terberat dijatuhkan PN Jakpus terhadap mantan Presiden Komisaris Bank Harapan Sentosa Hendra Raharja. Dalam persidangan inabsentia, Hendra divonis penjara seumur hidup. Tapi konglomerat papan atas itu tak sempat menjalani hukuman karena meninggal di Australia, akhir Januari silam [baca: Hendra Rahardja Meninggal di Australia]. Dari Rp 1,95 triliun kewajiban yang harus dibayarkan kepada negara, hingga kini baru terkumpul Rp 13 miliar dari penjualan asetnya.(COK/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.