Sukses

DPR Minta KPK Bentuk Unit Khusus Kaji BLBI

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz meminta KPK membentuk unit khusus menangani skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah merugikan negara Rp 145 Triliun pada 1999 lalu.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk unit khusus menangani skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah merugikan negara senilai Rp 145 Triliun pada 1999 lalu.

"Nah masalahnya di KPK itu apakah ada penugasan khusus atau unit khusus yang menyelidiki BLBI? saya nggak tau, jangan-jangan nggak ada. Jadi DPR meminta agar kasus ini ditangani serius maka harus ada unit khusus yang ditugaskan mengkaji kasus BLBI ini," kata Hary saat ditemui di acara diskusi publik Humanika dan launcing buku 'Jangan Lupakan BLBI' di Jakarta, Rabu (16/1/2013).

Harry menambahkan audit BPK tahun 2004 menyatakan 95 persen telah terjadi penyimpangan kasus BLBI. "Jadi dari 145 Triliun itu ada sekitar 138 triliun yang belum terselesaikan. Jadi kalau dipersentase ada sekitar 95 persen dana BLBI itu yang belum dikembalikan kepada negara," jelasnya.

Politisi Partai Golkar ini mengaku saat ini DPR tak dapat lagi membahas skandal kasus BLBI. Karena Pansus BLBI DPR telah mengetuk palu menutup pembahasan itu. "Kecuali ada bukti baru yang diangkat lagi oleh DPR. Dan itu akan dibuka kembali," tuturnya.

"Jadi sedikit kemungkinan DPR membuka kasus ini kembali untuk dapat diselesaikan, kecuali ada pertanyaan besar yang dibawa ke DPR dan DPR tidak mungkin menolak untuk membahas itu kembali," ungkapnya.

KEJAHATAN CANGGIH

Ketua Dewan Pembina Humanika Andrianto menilai kasus BLBI adalah peristiwa extra ordinary cryme yang merupakan peristiwa kejahatan ketika negara sedang alami transisi dari pemerintah orde baru ke era reformasi.

"Lalu di saat itulah ada kongkalikong tingkat tinggi. Adanya permainan yang sangat canggih dari para pejabat perbankan pada waktu itu. Dan itu yang disebut kejahatan BLBI yang merupakan skema bantuan atau pinjaman yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis 1998 di Indonesia. Dan sampai kini tak ada penuntasan," kata Andrianto.

Karena itu, menurutnya, sah-sah saja ketika masyarakat menuntut penyelesaian kasus BLBI ini. Karena menurutnya data BPK tahun 2004 juga sudah menjelaskan ada kerugian negara pada kasus ini.

"Jadi menurut saya kalau ada temuan-temuan baru maka aparat penegak hukum seperti KPK harus mengusut kembali. Tapi masalahnya KPK selalu berlindung pada UU Formalistik. Karena itu KPK harus kreatif dalam menyelesaikan kasus tersebut," pungkasnya.(Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.