Sukses

Gagal Temukan Pria Tak Terjamah Pornografi, Studi Ini Batal

"Kami memulai penelitian dengan mencari pria-pria berusia 20-an tahun yang belum pernah mengonsumsi pornografi." Gagal!

Sebuah studi ilmiah tentang perbandingan bagaimana pornografi mempengaruhi pria terpaksa dibatalkan dan dipikirkan kembali secara radikal. Gara-garanya, para ahli gagal menemukan lelaki muda yang belum pernah menyaksikan materi mesum.

Awalnya, para peneliti dari University of Montreal, Kanada,  ingin membandingkan perilaku pria yang menonton materi seksual eksplisit dengan mereka yang sama sekali belum pernah melihatnya.

Profesor Simon Louis Lajeunesse mengaku  harus memikirkan kembali studinya secara drastis setelah gagal menemukan relawan pria yang belum pernah mengonsumsi pornografi.

"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengobservasi dampak pornografi pada seksualitas pria, dan bagaimana ia membentuk persepsi tentang pria dan wanita," kata dia, seperti dimuat Daily Mail (13/1/2013).

"Kami memulai penelitian itu dengan mencari pria-pria berusia 20-an tahun yang belum pernah mengonsumsi pornografi, namun kami tak menemukan satu pun."

Akhirnya, Lajeunesse harus mengubah studinya menjadi perilaku penikmat pornografi melihat subyek eksplisit.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan tim penelitinya, Lajeunesse menemukan, rata-rata pria lajang menghabiskan 40 menit melihat pornografi, tiga kali seminggu. Sementara, pria yang terikat dengan hubungan yang serius -- termasuk pernikahan, punya durasi lebih pendek. Rata-rata 20 menit, 1,7 kali seminggu.

Lajeunesse juga menemukan, rata-rata remaja pria melihat material pornografi mulai usia 10 tahun, saat mereka punya kesadaran seksual. Meski kadang mengaku tak menyukainya dan merasa terganggu.

Saat mulai dewasa, mereka mulai melihat konten yang sesuai dengan imej seksualitas mereka. Mereka juga jarang mengonsumsi pornografi dengan pasangannya, dan pilih-pilih apa yang mereka ingin lihat.

Untungnya, semua responden dalam penelitian tersebut mengatakan, mereka mendukung kesetaraan gender dan merasa menjadi korban retorika pornografi.

"Pornografi tidak berubah persepsi mereka terhadap perempuan atau hubungan mereka. Mereka ingin sebuah hubungan yang harmonis dan memuaskan pasangannya," kata Lajeunesse.

"Mereka sadar, tak bisa memenuhi fantasi mereka dalam kehidupan nyata. Para laki-laki juga tidak ingin pasangan mereka terlihat seperti bintang porno. "

Penelitian ini didanai oleh Research Center on Family Violence and Violence Against Women.(Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.