Sukses

2.553 KK Bersedia Direlokasi dari Kawasan Rawan Merapi

Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 hingga November 2010 telah menimbulkan dampak korban, kerusakan dan kerugian di banyak sektor.

Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 hingga November 2010 telah menimbulkan dampak korban, kerusakan dan kerugian di banyak sektor. Untuk memperbaikinya, dana Rp 1,35 triliun diperlukan untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi Merapi. Sejumlah dana tersebut menjadi 2 bagian, yakni untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Rp 770,9 miliar dan Jawa Tengah Rp 548,3 miliar.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama instansi terkait terus melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi di 5 sektor yaitu permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi produktif, dan lintas sektor.

Di sektor permukiman, sebanyak 3.612 kepala keluarga (KK) perlu direlokasi ke tempat yang lebih aman, baik dari ancaman erupsi maupun lahar dingin. Hingga saat ini, sebanyak 2.553 KK telah berhasil direlokasi. Sebanyak 1.059 KK yang terdiri dari 656 KK di Sleman DIY dan 403 KK di Jawa Tengah belum bersedia direlokasi.

Di Kabupaten Sleman DIY, jumlah KK yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan hunian tetap yakni sebanyak 2.739 KK. Dari jumlah tersebut, yang bersedia direlokasi sebanyak 2.083 KK, sedangkan yang belum bersedia ada 656 KK. Rumah yang terbangun saat ini ada 2.083 unit.

Di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, jumlah KK yang memenuhi kriteria mendapatkan hunian tetap yakni sebanyak 708 KK. Yang bersedia direlokasi ada 470 KK, sedangkan yang belum bersedia direlokasi 238 KK. Rumah yang sudah terbangun saat ini ada 406 unit, sedangkan 64 unit belum terbangun, karena kesulitan lahan.

Di Kabupaten Klaten Jawa Tengah 165 KK masih belum bersedia relokasi dan karena lokasi hunian tetap menunggu revisi tata ruang wilayah.

Terkait dengan adanya masyarakat yang tidak mau relokasi, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo telah mengusulkan kebijakan living harmony with disaster risk (hidup harmoni dengan risiko bencana). Untuk itu, pemerintah menyiapkan beberapa fasilitas seperti sistem peringatan dini, jalur evakuasi, peningkatan kapasitas masyarakat, tempat evakuasi (jambor) yang berisi titik evakuasi, logistik dan lainnya.

Pada hari Minggu (13/1/2013) Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono (Menko Kesra) Agung Laksono, Kepala BNPB Syamsul Maarif dan rombongan kementerian atau lembaga mengunjungi hunian tetap Merapi, yakni di Karangkendal Desa Umbulharjo dan Pager Jurang Desa Kepuh Harjo, Sleman.

Menkokesra menyatakan apresiasi kepada BNPB, BPBD, Pemda dan kementerian/lembaga lainnya atas pencapaiannya dalam pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi Merapi.

Sementara Kepala BNPB Syamsul Maarif, menyampaikan pada 2013 akan dilanjutkan penyelesaian pembangunan di 5 sektor sesuai rencana aksi rehab rekon Merapi. Hidup harmoni dengan risiko bencana ditempuh karena masyarakat menolak untuk relokasi.

Maarif menambahkan, ada 4 strategi dalam membangun masyarakat dan bangsa yang tangguh menghadapi bencana. Pertama, menjauhkan bencana dari masyarakat. Ini ditempuh dengan membangun peringatan dini, normalisasi sungai, sabo, dll. Kedua, menjauhkan masyarakat dari bencana. Ini dapat ditempuh dengan relokasi. Tapi kenyataannya masyarakat menolak. Ketiga, hidup harmoni dengan risiko bencana. Keempat, menumbuhkembangkan kearifan lokal. Jadi, idealnya memang merelokasi masyarakat di daerah bencana. Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan sarana pendukung untuk evakuasinya dan masyarakat bersedia untuk dievakuasi saat Merapi akan meletus. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini