Sukses

Mengintip Omprengan Cawang

Lokasi ini menjadi pangkalan tak resmi omprengan sejak bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) tak lagi diizinkan melintas di ruas ini.

Di Jalan Gereja, Cawang depan kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Timur itu berjajar mobil-mobil minibus berpelat nomor polisi warna hitam. Mobil-mobil parkir paralel itu bukan kendaraan pribadi, melainkan angkutan umum yang biasa disebut 'omprengan.' Lokasi ini menjadi pangkalan tak resmi omprengan sejak bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) tak lagi diizinkan melintas di ruas ini.

Mobil-mobil sejenis Luxio, Grand Max, APV, Carry, sudah terlihat ngetem sejak pagi. Ada sekitar 70 mobil omprengan yang setiap hari beroperasi dengan jurusan Cawang-Ciawi. Biasanya angkot omprengan beroperasi mulai pukul 6 pagi hingga pukul 10 malam. Satu angkutan bisa menampung maksimal 10 penumpang  dewasa. Untuk sekali jalan angkot omprengan ini mematok harga di bawah bus resmi yang seharga Rp 18.000. Cukup merogoh Rp 10.000 untuk naik omprengan.

"Setiap hari saya bisa mengangkut penumpang sekitar 20 orang, hasil buat saya sedikit mas. Saya cuma dapat 50-70 ribu sehari," kata salah satu sopir omprengan, Ade kepada Liputan6.com, Jumat (4/1/2013). Minibus yang dipakai Ade bukan mobil pribadi, melainkan milik sang majikan. "Saya harus nyetor. Belum lagi bensinnya. Saya hanya sopir aja, yang punya mobil bos saya orang Cililitan," tambah Ade. Tak hanya Ade, beberapa orang di pangkalan omprengan ini juga merupakan sopir sewaan dari si empunya.

Apa kata penumpang? Bagi Bustomi, pekerja pabrik di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur, mengaku setia menggunakan omprengan ini. "Setiap dua minggu sekali saya selalu pulang ke Ciawi naik omprengan ini". Apa alasan Bustomi memilih omprengan ketimbang naik bus besar dari Pulogadung menuju Ciawi? Rata-rata bus besar dari Pulogadung menuju Ciawi mematok tarif jalan Rp 18.000, harga itu dinilai Bustomi cukup memberatkan. Belum lagi sulitnya kendaraan angkutan dari Pulogadung ke arah Ciawi. "Lebih baik saya pilih naik omprengan ini, ngga perlu nunggu lama murah lagi ongkosnya," tambah Bustomi.

Sementara menurut Ade, petugas berwenang seperti polisi dan Dinas Perhubungan DKI hanya sesekali melakukan razia dan penertiban di pangkalan ini. "Ya kalau lagi ada penertiban ya kita bubar, kalau udah ngga ada kita angkut penumpang lagi mas," tambah Ade.

Hingga kini belum ada penanganan khusus pemprov yang dipimpin Gubernur Joko Widodo atau Jokowi untuk mengatasi masalah ini. Apakah pemda tega melakukan tindakan penertiban atas keberadaan angkot omprengan tersebut? Di lain hal banyak juga penumpang yang memanfaatkan keberadaan omprengan itu sebagai alternatif. Omprengan ini menjadi pembicaraan sejak kecelakaan maut yang melibatkan Rasyid Amrullah Rajasa, putra Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Kecelakaan di ruas tol Jagorawi pada 1 Januari 2013 pagi itu menewaskan dua penumpang omprengan. Tiga penumpang lainnya luka-luka. (Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.