Sukses

Militan Islam Hancurkan Makam Orang Suci di Timbuktu

Setelah Juli lalu merusak Masjid Yahia Sidi yang berdiri sejak Abad ke-15, kini militan Mali mengincar makam di Timbuktu.

Penghancuran di kota bersejarah, Timbuktu kembali berlangsung. Setelah Juli lalu merusak Masjid  Yahia Sidi yang berdiri sejak Abad ke-15, kini militan Mali mengincar makam orang-orang yang dianggap suci di masanya.

"Tidak ada satupun makam yang akan tersisa di Timbuktu," kata Abou Dahar, pimpinan kelompok militan Ansar Dine, seperti dimuat BBC, Senin (24/12/2012).

Militan beralasan makam di Timbuktu, yang berjuluk "Kota 333 orang kudus", adalah musyrik dan tak sejalan dengan hukum Islam. "Allah tak menyukai itu, Kami akan menghancurkan setiap makam yang tersembunyi di sana," tambah dia.

Tak hanya di pemakaman dan masjid, makam orang kudus dalam tradisi sufi juga tersebar di gang-gang, rumah, pusat pembelajaran, dan persimpangan jalan menuju gurun. Para militan sedang menyisirnya.

Seorang penduduk yang menjadi saksi mata mengatakan, para militan menggunakan kapak dan beliung untuk menghancurkan bangunan makam kuno itu.

Timbuktu adalah pusat pembelajaran Islam dari abad ke-13 sampai abad ke-17 Masehi. Pada tahun 1998, UNESCO mengakuinya sebagai situs warisan dunia.

Meski berdalih menegakkan hukum Islam, aksi para militan diduga kuat berkaitan dengan keputusan Dewan Keamanan PBB untuk melakukan intervensi di Mali Kamis pekan lalu.

PBB memberi lampu hijau pada operasi militer Afrika untuk membantu Mali merebut kembali wilayah utara negeri itu yang kini dikuasai kelompok pemberontak Islam, jika tidak ada solusi damai dapat ditemukan dalam beberapa bulan mendatang.

Penghancuran Dikutuk

Aksi brutal militan menghancurkan Timbuktu dikutuk keras Pemerintah Prancis. Apalagi, kelompok radikal yang punya benang merah dengan Al Qaea sudah berkali-kali melakukannya.

Sejumlah bangunan yang dihancurkan, diklasifikasikan sebagai situs warisan dunia UNESCO, dan dilindungi hukum internasional.

"Mereka yang bersalah dalam penghancuran ini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, yang nyata menunjukkan intoleransi," demikian pernyataan Pemerintah Prancis, seperti dimuat situs Kuwait News Agency.(Ein)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.