Sukses

Andi Mallarangeng Tersangka, Bukti KPK Tak Dapat Diintervensi

Selama ini masyarakat sering salah persepsi terkait kinerja KPK dalam menyelidiki dan menyidik kasus dugaan korupsi.

Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto menyatakan penetapan Andi Mallarangeng sebagai tersangka korupsi Hambalang menunjukkan Komisi Pemberantasan Korupsi tak dapat diintervensi.

"Saya memahami betul, KPK tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun," kata Endriartono Sutarto di Jakarta, Sabtu (8/12/2012).

Menurut mantan Ketua Tim Analisis dan Advokasi KPK, selama ini masyarakat sering salah persepsi terkait kinerja KPK dalam menyelidiki dan menyidik kasus dugaan korupsi. Menurutnya, dalam mengusut suatu kasus KPK lebih hati-hati. Karena komisi antikorupsi ini tidak memiliki hak untuk menghentikan perkara.

"KPK tidak segera menyatakan seseorang sebagai tersangka, hal inilah yang sering dipersepsikan keliru oleh masyarakat bahwa KPK bisa diintervensi, terutama pada kasus yang terkait pejabat tinggi atau orang yang memiliki kekuasaan," katanya.

Padahal, kata dia, proses untuk dapat menetapkan status seseorang sebagai tersangka, KPK harus menemukan minimal dua alat bukti hukum yang kuat sebagai konsekuensi tidak dimilikinya hak untuk mengeluarkan menghentikan perkara.

Upaya Pelemahan KPK

Sementara itu, terkait upaya pelemahan kelembagaan KPK, Endriartono menilai, pelemahan akan terus dilakukan utamanya oleh orang-orang yang takut terhadap ketegasan lembaga ini. "Tidaklah heran jika kemudian muncul wacana untuk melakukan revisi terhadap UU KPK dengan mencabut beberapa kewenangan yang dimiliki KPK seperti hak penuntutan dan hak penyadapan," katanya.

Upaya lainnya dalam pelemahan kelembagaan KPK, kata dia, adalah penarikan dalam jumlah besar penyidik yang berasal dari institusi lain. Menurut Endriartono, menghadapi upaya pelemahan itu KPK memang tidak bisa berbuat banyak, namun KPK harus menyerahkannya kepada masyarakat untuk menilainya dengan hati nurani.

Endriartono juga mengusulkan agar KPK diberikan kewenangan untuk merekrut, mendidik, dan memiliki penyidik yang mandiri, sehingga tidak tergantung pada institusi lain sekaligus untuk menghindari adanya konflik kepentingan.

Alumni Akademi Mliter 1971 ini juga menilai praktik korupsi di Indonesia sulit diberantas jika sanksi hukum yang diberikan kepada koruptor yang terbukti bersalah masih sangat ringan. "Sanksi hukum terhadap koruptor harus sangat berat agar memberikan efek jera. Dengan cara itu, praktik korupsi bisa diberantas," katanya. (ANT/Ary)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.