Sukses

Mendagri Siap Terima Surat Pengunduran Diri Aceng

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menegaskan bahwa dirinya saat ini telah siap menerima surat pemberhentian Bupati Garut Aceng Fikri dari DPRD Kabupaten Garut.

Kasus nikah kilat Bupati Garut Aceng Fikri terhadap gadis belia  Fani Oktora kini berbuntut panjang dengan munculnya desakan dari masyarakat Garut agar sang Bupati dicopot dari jabatannya. Bahkan kasus tersebut juga mendapat sorotan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menegaskan bahwa dirinya saat ini telah siap menerima surat pemberhentian Bupati Garut Aceng Fikri dari DPRD Kabupaten Garut.

Pasalnya, menurut prosedur kepala daerah yang mau dilengserkan harus melalui mekanisme sidang DPRD yang harus dihadiri oleh 3/4 anggota dewan, dan 2/3 anggota dewan diantaranya harus menjelaskan apa yang disangkakan kepada Bupati tersebut.

"Siap kami menerima. Tadi kan sudah ada sidang DPRD Garut, ya saya tunggu saja," kata Gamawan saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (4/12).

Bila sudah memenuhi syarat itu, Kata Gamawan, maka keputusan pemberhentian atas sidang DPRD tersebut harus disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA). "Peraturan itu menurut PP no 6 tahun 2005 dan UU 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah khususnya pasal 27 dan 29," jelas Gamawan.

Gamawan memaparkan, Kalau MA menyetujui pemberhentian tersebut, maka MA akan mengembalikan lagi keputusan tersebut kepada DPRD setempat dan mengusulkan kepada presiden. "Itu 30 hari MA berproses dan harus sudah dipituskan. Dan Presiden itu juga 30 hari harus memutuskan itu (surat pemberhentian kepala daerah)," jabarnya.

Selain itu, Gamawan juga menjelaskan bahwa pemberhentian dan pencopotan jabatan Bupati Garut Aceng Fikri juga bisa dilihat dari sisi etika. Lantaran hal tersebut telah diatur dalam UU 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah khususnya pasal 27f dan 29b.

"Karena pasal 27f kewajiban kepala daerah harus menjaga etik dan di 29b seseorang kepala daerah bisa dihentikan kalau tidak menjalankan kewajibanya ya salah satunya adalah etik. Tapi harus dibuktikan juga di DPRD yang menyidangkan itu," ungkapnya.

"Tapi ada juga rujukan UU no 174 tentang perkawinan, karena setiap perkawinan harus dicatatkan kepada pemerintah. Karena itu diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU perkawinan," tutupnya. (ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini