Sukses

Besar Kemungkinan Perjanjian Damai GAM-Indonesia Ditandatangani

Perjanjian damai antara Indonesia dan GAM kemungkinan besar akan ditandatangani. Situasi NAD, khususnya Banda Aceh menjelang penandatanganan perjanjian damai tampak normal.

Liputan6.com, Stockholm: Besar kemungkinan perjanjian damai antara Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka ditandatangani. Sebab, kelompok separatis ini hampir menyepakati mekanisme dan pengawasan gencatan senjata yang disusun pemerintah. Demikian diutarakan juru bicara GAM Bachtiar Abdullah kepada reporter SCTV Claudius Boekan di Jenewa, Swiss, Senin (9/12) sekitar pukul 09.00 waktu setempat.

Menurut Bachtiar, kini persoalan yang harus disepakati adalah penerapan komitmen damai itu di tangkat lapangan. "Tergantung apakah TNI dan Polri yang bertugas di Tanah Rencong memiliki komitmen kuat buat menahan diri untuk tidak menyerang," kata Bachtiar. Selain itu, GAM juga menganggap, masalah Aceh bukan sekadar penghentian kekerasan, namun ada persoalan lain yang harus disepakati. Masalah kesejahteraan, misalnya.

Kabar dari Jenewa itu tentu menggembirakan. Betapa tidak, sebab sampai kemarin GAM masih ngotot tak bersedia manandatangani perjanjian. Pasalnya, kelompok separatis ini masih tidak sreg dengan dua dari 12 butir yang ada dalam peace agreement. Saat itu juru bicara GAM Swedia, Malik Mahmud mengatakan, GAM tak setuju soal gencatan senjata dan demiliterisasi [baca: gencatan senjata dan demiliterisasi]. GAM juga kurang cocok dengan jumlah anggota tim pemantau yang dianggap terlalu sedikit. Padahal, direncanakan tim pemantau itu beranggota beberapa pejabat militer asing, 50 perwakilan GAM, dan 50 perwakilan Indonesia.

Sementara itu situasi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya Banda Aceh menjelang penandatanganan perjanjian damai tampak berjalan normal [baca: Situasi Aceh Normal Menjelang Dialog Swiss]. Koresponden SCTV melaporkan, angkutan umum yang sebelumnya sempat mogok, sudah kembali melayani penumpang. Di Terminal Seutui Banda Aceh, bus-bus yang melayani jalur luar kota pun tampak siap mengantarkan penumpang, meski jumlah penumpang masih sedikit. Pemandangan tak jauh berbeda tampak di terminal angkutan kota di Jalan Diponegoro.

Sebagian besar masyarakat Aceh pun menghendaki penandatanganan perjanjian segera dilakukan agar situasi keamanan di Serambi Mekah cepat pulih. "Sebagai masyarakat Aceh, kami menghendaki perdamaian di Tanah Rencong," kata Muhammad Saman, warga Lhokseumawe. Harapan serupa juga diutarakan warga Aceh lainnya, Nyonya Lita. "Kalau sudah ditandatangani kemungkinan besar konflik di Aceh segera berakhir," ungkap ibu berjilbab ini.

Sedangkan untuk memantau situasi keamanan di daerah konflik itu, pukul 07.30 WIB tadi, Panglima TNI Jenderal Endriartono Soetarto bertolak ke Nanggroe Aceh Darussalam. Setibanya di NAD, Panglima TNI akan langsung menuju Lhokseumawe untuk mengetahui langsung kondisi di sana. Dia juga akan ke Cot Trieng, Aceh Utara, yang hingga kini masih dikepung TNI. Setelah itu, Endriartono akan melaporkan situasi di sana ke Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono.(ICH/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.