Sukses

ASEAN Diminta Bereaksi Atas Kekerasan Terhadap Rohingya

Syahganda menkritik, negara-negara yang tergabung dalam kerjasama regional Asia Tenggara yakni ASEAN (Association of Southeast Asia Nations), yang cenderung tidak bereaksi dan membiarkan tragedi pembantaian warga sipil beragama di Myanmar

Liputan6.com, Jakarta: Hingga kini kekerasan terhadap etnis muslim Rohingya di Myanmar oleh kelompok ekstremis Budha, terus berlangsung, dan diduga  melibatkan aparat keamanan pemerintah. Peristiwa pembunuhan, penganiayaan dengan pemerkosaan, penjarahan harta benda, pembakaran pemukiman dan penodaan sarana ibadah, yang mengindikasikan pelanggaran berat Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap etnis Rohingnya masih berlangsung.

"Semua bentuk kejahatan kemanusiaan dan ancaman itu memiliki tujuan ’pemberangusan’ ataupun ’pemusnahan’ atas keberadaan umat Islam di sana, yang praktiknya ditolerir oleh pemerintahan junta militer Myanmar," ujar, ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan di Jakarta, Rabu (24/10).

Syahganda menkritik, negara-negara yang tergabung dalam kerjasama regional Asia Tenggara yakni ASEAN (Association of Southeast Asia Nations), yang cenderung tidak bereaksi dan membiarkan tragedi pembantaian warga sipil beragama di Myanmar , yang sejauh ini menelan ribuan korban jiwa dengan sebagian besar pria disusul perempuan dan anak-anak termasuk balita.

Di luar itu, tambah Syahganda, tak terhitung yang mengalami kelaparan hingga menderita penyakit mengkhawatirkan, akibat seringkali adanya blokade bantuan internasional bagi muslim Rohingnya.

"ASEAN dan utamanya Indonesia, Malaysia, serta Brunei Darussalam sebagai negara berpenduduk muslim, sepatutnya mengambil prakarsa serius guna menghentikan situasi kelam yang diciptakan untuk merenggut nyawa dan memberangus etnis muslim Rohingya secara barbar, karena fenomena seperti itu tidak pantas terjadi di era moderen yang mendasarkan prinsip saling menghargai kebebasan beragama atau rasa kemanusiaan," jelas anggota dewan pengarah Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Pusat itu.

Ia pun menyesalkan, peristiwa getir dan biadab itu tidak memperoleh perhatian sama sekali dari pejuang HAM Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang juga memimpin Partai Liga Nasional Demokrasi (LND) selaku pemenang suara mayoritas di parlemen. Lebih lagi, Suu Kyi merupakan pemenang nobel untuk kategori perdamaian dan kemanusiaan (1991).

Menurut Syahganda, pemerintah Myanmar seharusnya dapat mengakhiri penderitaan kemanusiaan yang dialami kalangan muslim Rohingya karena sudah terjadi cukup lama. Bahkan, akibat malapetaka yang terjadi pada etnis Rohingya, protes keras kerap disampaikan berbagai kelompok pejuang kemanusian di dunia, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Organisasi Konferensi Islam (OKI), selain tak sedikit negara ikut mengutuk di antaranya Amerika Serikat, yang meminta pemerintah militer Myanmar menghentikan pertumpahan darah dengan menyebabkan penderitaan muslim Rohingya itu.


Dari jumlah penduduk Myanmar sekitar 50 juta saat ini, terdapat 89 persen berbangsa Burma sebagai pemeluk agama Budha di wilayah negara seluas 678,000 km2 itu. Sedangkan minoritasnya terdiri etnis Karen, Chin, Kachin, Shan, dan Rohingya yang memeluk Islam berkisar 4-5 persen dari total penduduk Myanmar.

Muslim Rohingya pada umumnya mendiami Provinsi Arakan (dulu dikenal Rakhine). Mereka sudah berdatangan ke Myanmar mulai abab 8-9 Masehi dengan mengembangkan jalur perdagangan, yang meliputi asal-usul Benggali (Bangladesh), Turki, Persia, serta dari kawasan Arab. (ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini