Sukses

Rindu Dewa di Bukit Gumang

Bagian terpenting dari tradisi Ngusabah Gumang ialah Mapinton. Yaitu bentuk syukur kepada sang pencipta atas kelahiran buah hati ke dunia.

Liputan6.com, Bali: Sejak 800 tahun lampau, setiap dua tahun sekali di puncak Bukit Gumang, umat Hindu dari empat desa di Karangasem, Bali, menggelar tradisi akbar yang dikenal dengan sebutan Ngusaba Gumang. Empat Desa tersebut ialah Bugbug, Bebandem, Jasri, dan Ngis, atau biasa disebut mancadesa.
 
Menurut tokoh adat Desa Bugbug, I Wayan Terang Pawaka, bagian terpenting dari tradisi Ngusabah Gumang ialah Mapinton. Yaitu bentuk syukur kepada sang pencipta atas kelahiran buah hati ke dunia. Tradisi warisan leluhur ini dipercaya dapat membuat anak selamat, sekaligus sebagai bentuk persembahan agar segala keinginan terkabul. 
 
Bentuk syukur tersebut diwujudkan dengan memanggang seekor anak babi yang disesuaikan dengan jenis kelamin sang bayi. Bila anak yang lahir lelaki, babi gulingnya berupa kucit muani atau anak babi jantan. Jika anaknya perempuan, babinya harus kucit luane alias perempuan. Tak ada ketentuan harga atau ukuran babi untuk persembahan. Namun, semakin besar babi yang dipersembahkan, semakin tinggi pula gengsi yang didapat. 
 
Selanjutnya babi guling yang telah matang dibawa ke puncak Bukit Gumang dan digantung pada batang-batang pepohonan. Nah, bagaimana prosesi menarik setelahnya, Anda dapat menyaksikannya di tayangan video di bawah ini.(ALI/ADO)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini