Sukses

Pemerintah dan Pengusaha Jangan Abaikan Tuntutan Buruh

Aksi mogok nasional para buruh di berbagai daerah di Indonesia, Rabu (3/10), harus dipandang sebagai manifestasi perjuangan buruh untuk menggapai kesejahteraan hidupnya secara layak dan bermartabat.

Liputan6.com, Jakarta: Aksi mogok nasional para buruh di berbagai daerah di Indonesia, Rabu (3/10), harus dipandang sebagai manifestasi perjuangan buruh untuk menggapai kesejahteraan hidupnya secara layak dan bermartabat.

Karena itu, beragam tuntutan yang disuarakan, baik penghapusan sistem kerja kontrak dan alih daya, pemberlakuan jaminan sosial, maupun penolakan upah murah memerlukan perhatian serius dari pengusaha termasuk dukungan pemerintah.
 
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan di Jakarta, dalam surat elektroniknya yang diterima Liputan6.com, Kamis (4/10).
 
Syahganda menuturkan, kalangan pengusaha, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), tidak boleh bersikap antipati terhadap gejolak aksi buruh di tanah air dan sekaligus mengabaikan aspirasi yang diperjuangkan elemen buruh.

Menurutnya, selama ini pihak Apindo cenderung bereaksi berlebihan dengan menyalahkan adanya aksi dan pemogokan buruh, di samping menggunakan alasan bahwa akibat itu dapat merugikan iklim investasi dunia usaha di Indonesia, dan lebih jauh bahkan diindikasikan ke arah hancurnya peluang investasi tersebut.
 
"Jadi, alasan itulah yang kerap digembar-gemborkan Apindo untuk mempengaruhi pemerintah, sehingga keberadaan nasib buruh tidak mendapatkan pemihakan secara jelas apakah dari pengusaha ataupun pemerintah," ujar Syahganda.
 
Bagi Syahganda, arus perkembangan investasi ekonomi di dalam negeri tidak akan mengalami kemandekan hanya lantaran terkait aksi buruh. Apalagi, fenomena aksi tuntutan yang digalang buruh terjadi pula di negara-negara tergolong maju.
 
"Iklim investasi usaha hanya bisa hancur dengan ketidakpastian hukum dan budaya suap di lingkungan pemerintah," tegas Syahganda.
 
Karena itu, sambung dia, upaya menyejahterakan buruh mutlak dilakukan demi terbangunnya dunia usaha yang bisa mengalami kemajuan seiring kemartabatan sosial pekerjanya, serta untuk menjamin perkembangan investasi yang tidak mengeksploitasi nasib para buruh. Dalam 10 tahun terakhir ini rata-rata pendapat ril buruh tidak mengalami kenaikan berarti, yang membuat kehidupan buruh semakin gelisah tentang kepastian masa depannya.
 
"Sementara itu, terdapat fakta mengenai akumulasi keuntungan dan kepemilikan modal para pengusaha, justru dirasakan semakin timpang dengan kenyataan para buruh yang tidak sejahtera," ungkapnya.

Pada aksi mogok nasional ini, berbagai kekuatan buruh turun ke jalan secara serentak guna menuntut hak-haknya, dengan mengerahkan lebih dua juta massa seperti dilakukan Majelis Buruh Pekerja Indonesia (MBPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK), serta komponen perburuhan lain di daerah. (ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.