Sukses

Dalam Setahun 82 Pelajar Tewas Akibat Tawuran

Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat sejak tahun 2011 korban akibat tawuran pelajar mencapai 339 kasus, dengan korban tewas mencapai 82 korban

Liputan6.com, Jakarta: Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat sejak tahun 2011 korban akibat tawuran pelajar mencapai 339 kasus, dengan korban tewas mencapai 82 korban. Jumlah itu meningkat tajam dari tahun 2010 sebanyak 128 kasus. Hal ini menyusul tewasnya Alawy Yusianto Putra (15) siswa kelas X-8 dari SMA 6.

Ketua Satgas Perlindungan Anak Komisi Nasional Perlindungan Anak, M. Ihsan mengatakan pihaknya mencatata selama kurun waktu dua bulan terakhir saja, korban tewas  akibat tawuran pelajar selain Alawy, yakni Dedi Triyuda (12/09/12) siswa SMK Baskara Depok kejadian pada 12 September kemarin.

"Kemudian, ada Rudi Noval Ashari siswa SMKM Bogor kejadian 30 Agustus 2012 silam, serta Ahmad Yani siswa SMK 39 di Klender.
Lalu, pada tanggal 29 Agustus 2012 ada Jatsuli dari SMP 6 Buaran Klender, sebelumnya pada 6 Agustus 2012 ada Jeremy Hasibuan siswa SMA Kartika di Bintaro, Tangerang," kata Ketua Satgas Perlindungan Anak, M. Ihsan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/9).

Sekjend Komisi Perlindungan Anak Indonesia itu menambahkan dari peristiwa tawuran antar pelajar antara SMA 6 dan SMA 70 itu, sebaiknya para pejabat tidak sibuk mencari kambing hitam atas peristiwa Alawy tersebut. "Semua harus membuka mata lebar-lebar bahwa Alawy bukan korban tawuran yang pertama," ujarnya.

Bahkan, kata Ihsan munculnya rekomendasi untuk penggabungan dan pemindahan dua sekolah yang dibatasi dengan komplek Kejaksaan Agung itu bukan suatu solusi.

Menurut Ihsan, tawuran merupakan ekspresi kekerasan yang ditampilkan oleh pelajar karena berbagai faktor seperti lemahnya pengasuhan dan ketahanan keluarga, seperti perhatian dan kasih sayang orang tua, disharmonis/broken home, perceraian dan lain-lainnya.

Selain itu, dari analisanya bahwa tawuran dapat dipicu oleh ketidakmampuan orang dewasa memahami dunia anak, energi yang tidak tersalurkan dengan baik dan fasilitas yang terbatas, tekanan sistem pendidikan yang membuat anak stress, pengaruh kelompok atau pergaulan, pendapat dan suara anak yang tidak didengarkan, kurangnya penghargaan terhadap anak dan pemanfaatan waktu luang. (ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.