Sukses

Peradilan HAM Tragedi 65 Belum Perlu

Dibentuknya peradilan HAM Ad Hoc atas tragedi 1965 dirasa belum perlu. Pasalnya, hal itu dikhawatirkan dapat mengakibatkan tekanan terhadap berbagai pihak, termasuk para korban.

Liputan6.com, Jakarta: Dibentuknya peradilan HAM Ad Hoc atas tragedi 1965 dirasa belum perlu. Pasalnya, hal itu dikhawatirkan dapat mengakibatkan tekanan terhadap berbagai pihak, termasuk para korban.

"Peristiwa itu jangan dilihat berdiri sendiri oleh orang yang ada sekarang karena menjelang tragedi 1965, tekanan pada waktu itu sangat besar dari PKI. Artinya, ada konstelasi politik yang luas saat itu," ujar mantan aktivis mahasiswa Angkatan 66, Cosmas Batubara, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya Jakarta, Rabu (15/8).

Menurutnya, untuk saat ini lebih baik dilaksanakan proses rekonsiliasi terhadap tragedi tersebut secara perlahan dan berproses. Dia mengakui generasi saat ini mengkhawatirkan bangkitnya kembali paham Komunisme melalui berbagai cara dan infiltrasi atau penyusupan.

Dalam rangka rekonsiliasi, Cosmas meminta agar sebagai sesama anak bangsa, setiap pihak dapat bersatu dan menghargai proses yang berjalan. Namun, katanya, perlu ditegaskan bahwa negara Indonesia tetap berlandaskan Pancasila.

"Kalau keturunan ideologis dari PKI tidak apa-apa. Tapi, kalau dia membawa paham PKI juga itu yang dipersoalkan. Jadi dibedakan antara keturunan ideologis dan biologis," tegas mantan pejabat di era Orde Baru itu.

Beberapa waktu lalu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menuntut agar pemerintah membentuk peradilan HAM atas tragedi kemanusiaan 1965-1966. Komnas HAMmelihat terjadi pelanggaran HAM berat dalam tragedi yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI) itu. (ALI/FRD)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.