Sukses

ICW: Panwaslu Lemah Awasi Pemilukada DKI 2012

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik, Abdullah Dahlan menilai Panwaslu lemah mengawasi Pemilukada DKI Jakarta 2012.

Liputan6.com, Jakarta: Koordinator  Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik, Abdullah Dahlan menilai Panwaslu lemah mengawasi Pemilukada DKI Jakarta 2012.

Hal ini terdidikasi dengan adanya 27 temuan politik uang (money politic) dalam masa kampaye Pemilukada DKI Jakarta 2012 yang dilakukan beberapa pasang calon gubernur. Menurut Abdullah, dalam Pemilukada DKI kali ini, belum terlihat adanya keseriusan pengawasan dari Panwaslu untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran Pemilu yang terjadi.

"Sejauh mana proses pengawasan Panwaslu DKI terhadap praktek-praktek curang dan haram selama Pilkada? Belum terdengar tuh sanksi yang diberikan," ujar Abdullah dalam diskusi bertema "Pemimpin Amanah Hanya Lahir dari Pemilu/Pilkada yang Jurdil" di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (8/7).

Abdullah juga menilai, Panwaslu gagal menjaga netralitas birokrasi. Ia mencontohkan, pertemuan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Jakarta beberapa waktu lalu, yang menghadirkan salah satu calon pasangan. "Padahal kalau melihat pelaksanaanya, itu kampanye, karena ada janji menaikkan gaji dan tunjangan guru."

Panwaslu seharusnya, menurut Abdullah, bisa menempel kandidat-kandidat dalam forum terbuka. Namun dalam pengawasanya tidak maksimal. Alhasil, politisasi birokrasi itu terjadi. "Ini bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Apalagi birokrasi disasar sebagai mesin kemenangan."

Tak hanya itu, Abdullah juga menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta tidak membangun dimensi transparansi dana kampanye. Padahal hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Pada pelaksanaannya KPU justru sepertinya ragu membangun transparansi tersebut. "Kami agak menyayangkan sikap yang tidak profesional itu. Jika terus dibiarkan, akan mengancam integritas Pilkada ke depan," tandasnya.

Abdullah memaparkan, politik uang itu pada umumnya dilakukan melalui berbagai modus, di antaranya pembagian uang secara langsung, pemberian ambulan, pengobatan gratis, pembagian doorprize dan undian, pembagian tunjangan dan asuransi, pembagian paket umrah, mobilisasi RT/RW, pembagian uang di majelis taklim dan masjid, liburan dan tamasya gratis, bakti sosial, memanfaatkan nasabah koperasi, memanfaatkan gaji untuk RT/RW, dan politisasi birokrasi.

Dari temuan ICW, umumnya politik uang dalam kampanye berkisar Rp 20 ribu hingga Rp 6 juta. Sementara bantuan ambulan dan asuransi hingga Rp 3 juta. Abdullah mengatakan, gejala ini cukup masif dan sistematis, melalui modus baru yakni pembagian uang dengan cara mengisi identitas dan dicatat terlebih dulu sebelum diberi uang. (YUS) 
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini