Sukses

Yani: Jangan Samakan KPK Indonesia dan Hongkong

Anggota DPR, Ahmad Yani, mengatakan KPK di Indonesia tak bisa disamakan dengan lembaga serupa di Hongkong. Yani juga menilai pengumpulan koin adalah tindakan yang tidak benar.

Liputan6.com, Yogyakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia tidak bisa disamakan dengan lembaga serupa di Hongkong karena strukturnya berbeda. "KPK di Indonesia beda dengan KPK Hongkong, karena KPK kita bisa supervisi dengan kepolisian dan kejaksaan. Pola pikir itu yang belum sama," kata anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani, di Yogyakarta, Jumat (6/7).

Menurut Ahmad Yani, KPK sebenarnya tak memerlukan organisasi besar tetapi bagaimana mampu mengorganisasi sistem kepolisian dan kejaksaan untuk menjadi lebih baik. "Kami bukan meragukan, tetapi menuntut kerja KPK lebih baik. Buktinya kasus Century dan Hambalang belum selesai," kata politikus dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.

Ia mengatakan pihaknya mengetahui jika gedung KPK saat ini memang tak layak karena sudah kelebihan kapasitas. Namun bukan berarti harus membangun gedung baru karena banyak gedung aset negara yang bisa dimanfaatkan. "Kami juga minta catatan agar KPK segera menunjukkan kinerjanya, seperti kasus Century dan Hambalang yang sampai sekarang belum ditingkatkan ke penyidikan," katanya.

Ditanya tentang saweran pembangunan gedung KPK, ia mengatakan pengumpulan koin yang dilakukan masyarakat adalah tindakan tidak benar. KPK sebagai lembaga negara tidak pantas menggalang opini masyarakat. "KPK seharusnya tidak melaksanakan hal itu. KPK adalah lembaga negara yang tidak boleh ada kegiatan yang dibiayai langsung oleh swasta atau masyarakat," katanya.

Menurut dia, pengumpulan koin rawan penyelewengan karena masing-masing pihak tidak tahu bagaimana mengontrol dana yang terkumpul. "Saat ini ditengarai sudah terjadi penyalahgunaan di daerah-daerah dan muncul perlawanan dari masyarakat. KPK tidak boleh menciptakan zona opini antarmasyarakat," katanya.

Ia menilai opini yang berkembang bukan murni aspirasi warga melainkan rekayasa dari anggota KPK. "Pengumpulan koin itu, Bambang (Wakil Ketua KPK Bambang Wijoyanto) yang merekayasa. Dukungan juga tak luas, sampai sekarang baru beberapa ratus juta rupiah yang terkumpul," katanya. Bahkan, kata dia, berdasarkan survei Kompas, 53 persen setuju dan 47 persen tidak setuju pengumpulan koin.

Menurut dia, KPK harus mempertanggungjawabkan uang masyarakat yang sudah telanjur terkumpul. Sebab keberadaan uang masyarakat yang tak dipertanggungjawabkan justru dikhawatirkan merusak sistem ketatanegaraan. "Uang itu mau diserahkan kemana, KPK yang harus bertanggung jawab. Seharusnya dikembalikan ke Kementerian Keuangan, kas negara atau Kementerian Sosial, karena jika tidak, akan merusak sistem ketatanegaraan kita," katanya.(ANT/JUM)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.