Sukses

Wacana Membangun Front Nasional Baru

Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri, dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Aburizal Bakrie dapat mengagendakan kekuatan berupa ‘front’ perjuangan nasionalisme baru ke depan

Liputan6.com, Jakarta: Ketua Dewan Direktur lembaga kajian Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan, mengharapkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri, dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Aburizal Bakrie dapat mengagendakan kekuatan berupa ‘front’ perjuangan nasionalisme baru ke depan, agar bangsa Indonesia terlepas dari krisis nasionalisme sekaligus untuk menciptakan karakter serta daya saing bangsa di hadapan negara-negara lain.
 
Hal itu diungkapkan Syahganda dalam siaran persnya yang diterima Liputan6.com, Rabu (16/5). Ketiga tokoh itu, kata Syahganda, merupakan representasi kepemimpinan politik nasional yang memiliki tanggungjawab utama untuk mengembalikan jatidiri bangsa, selain diharapkan menumbuhkan kepemimpinan bangsa melalui mandat perjuangan reformasi.
 
Menurutnya, terdapat empat parameter apakah tuntutan perjuangan reformasi yang digalang mahasiswa berikut berbagai elemen rakyat berjalan sesuai yang diharapkan ataukah tidak. Pertama; harkat nasionalisme bangsa, kedua; daya saing maupun karakter bangsa di antara bangsa-bangsa di dunia, ketiga; kesejahteraan rakyat, dan keempat; penegakkan hukum yang bermartabat.
 
“Faktanya, keempat agenda itu sejauh ini semakin tidak jelas arah dan semangatnya, sehingga dapat dikatakan telah melenceng dari kepribadian bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh gerakan reformasi pada empat tahun lalu,” jelasnya.
 
Ia mengatakan, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono tidak mampu mempertegas arah perwujudan kehendak reformasi. Karena sebaliknya, tatanan ekonomi yang seharusnya membangun kekuatan hidup rakyat tidak dikedepankan, bahkan corak perekonomian nasional justru berkembang dalam mekanisme neo-liberalistik yang menjauhkan diri dari kepentingan bangsa.
 
“Prinsip-prinsip ekonomi Indonesia kini hanya memenuhi keuntungan segelintir pihak yang bekerjasama dengan penguasa, termasuk pihak asing yang dibiarkan merajarela mengeruk keuntungan sebesar-besarnya,” ujarnya.
 
Demikian halnya, lanjut Syahganda, harkat nasionalisme bangsa, karakter maupun daya saing Indonesia pun tidak berhasil dikukuhkan kecuali sekedar menggambarkan ‘ketakutan’ negara di lingkungan global. Sementara itu, terkait penegakan hukum di tanah air kondisinya tidak berbeda yakni memprihatinkan, akibat masih kuatnya intervensi kelompok berkuasa.
 
Ia juga menilai, pascareformasi kondisi perpolitikan di tanah air terlalu ‘kebablasan’ dengan meninggalkan sisi kepatutan berbangsa dan melepaskan kaidah moral demokrasi, lantaran seringkali menghalalkan kebencian atau upaya saling mematikan.
 
“Kalau ini terus dikembangkan maka bangsa dan negara ini akan hancur berantakan,” tegasnya, seraya mencontohkan di masa Soeharto saja, Indonesia tetap menjadi bangsa yang disegani oleh kalangan internasional. (ARI)
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini