Sukses

Rekaman "Pidato SBY" Bocor

Rekaman pidato Presiden SBY usai pengambilan keputusan di paripurna DPR terhadap kenaikan harga BBM beredar di kalangan wartawan.

Liputan6.com, Jakarta: Rekaman pidato yang diduga suara Presiden SBY sebagai sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat usai pengambilan keputusan di paripurna DPR terhadap kenaikan harga BBM beredar di kalangan wartawan.

Pidato tersebut disampaikan secara tertutup tersebut di hadapan kader Partai Demokrat dalam rapat di Kantor DPP Partai Demokrat pada Minggu (1/4). Dalam pidato yang diduga mirip suara SBY tersebut bercerita tentang lika-liku perjalanan politik menjelang pengambilan keputusan kebijakan yang tertuang dalam salah satu bagian pengesahan RUU RAPBN Perubahan 2012. Yaitu, dimulai dari pertemuan dengan para ketua umum parpol koalisi pada sekitar pertengahan Maret.

”Semuanya seolah-olah kompak, bersatu, sama posisi. Meskipun saya juga sudah punya pengalaman yang panjang,” tutur suara yang mirip kata SBY tersebut dan  disambut tawa para hadirin, seperti yang ada dalam rekaman pidato.

Dari pidato tersebut tersirat kekecewaan terhadap sejumlah partai anggota koalisi yang diungkapkan lagi saat menceritakan dinamika politik selanjutnya. Diceritakan oleh SBY, saat  baru saja pulang dari kunjungan kenegaraan ke Beijing, Tiongkok, dan Seoul, Korsel, pada 29 Maret. ”Saya makin tahu bahwa sebenarnya sebagian dari koalisi kita, bukan hanya satu partai, sebagian dari partai koalisi kita masih ada agenda-agenda tersembunyi. Ada agenda yang lain,” ucap SBY.

Ada enam poin dalam pidato tersebut.

Pertama, suara yang mirip SBY tersebut menyebut PKS sebagai partai anggota koalisi yang kerap berbeda pandangan dengan program pemerintah.

Kedua, sikap Golkar yang dianggap tidak konsisten dan selalu berubah-ubah.

Ketiga, sindiran terhadap partai yang ketua umumnya pernah menjadi presiden dan pernah menaikkan BBM, tapi tidak tahu skema kenaikan BBM.

Keempat, kenaikan harga BBM sebagai momentum untuk menjatuhkan pemerintahan SBY.

Kelima, mematahkan klaim Partai Golkar sebagai pengusung utama opsi kedua, yakni selisih harga ICP 15 persen dalam rata-rata waktu enam bulan.

Keenam,  tindakan pimpinan kepala daerah (bupati dan wali kota) yang ikut berunjuk rasa menolak kenaikan BBM dan menyebutnya sebagai pemberontak. (FJ/ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini