Sukses

Misteri Penculikan Anak Bantaeng

Di balik pesonanya, Pantai Lamalak, Bantaeng, Sulawesi Selatan, menyimpan misteri delapan kali rentetan kasus penculikan yang belum terkuak. Korban rata-rata gadis kecil berusia enam hingga tujuh tahun.

Liputan6.com, Bantaeng: Meski memiliki berjuta pesona Pantai Lamalak, Bantaeng, Sulawesi Selatan, menyimpan sebuah misteri. Pesisir ini menjadi saksi bisu kala peristiwa rentetan penculikan terjadi. Korbannya adalah anak di bawah umur.

Berada di lokasi kejadian, seorang gadis kecil berkisah. Pascapenculikan, gadis kecil sebut saja Bunga, langsung dirawat di rumah sakit selama lima hari. Jejak penganiayaan yang dialami korban belum hilang. Luka di punggung masih membekas.

Namun, tak seorang pun tahu cerita gadis kecil ini bisa menghilang ketika masih tidur  terlelap di malam hari. Seorang ibu sebut saja Dilla mengatakan putrinya tiba-tiba saja hilang waktu tidur.

Penculikan disertai penganiayaan pada anak di bawah umur ini bukan yang pertama kali terjadi. Tercatat, tujuh kali peristiwa serupa dialami gadis yang rata-rata usia enam hingga tujuh tahun. Awal peristiwa memilukan ini terjadi pada Desember 2010 silam, korbannya anak perempuan keluarga yang tinggal di sekitar Pantai Lamalak. Peristiwa yang sama terus menyusul hingga Maret 2012.  

Tercatat, delapan rentetan kasus penculikan terjadi selama satu setengah tahun terakhir:

1. 14 Desember 2010, korban gadis cilik usia delapan tahun asal Kabupaten Bantaeng.
2. 12 Februari 2011, korban gadis cilik usia tujuh tahun asal Kabupaten Bantaeng.
3.  7 Maret 2011, korban gadis cilik usia tujuh tahun asal Kabupaten Bantaeng.
4. 18 April 2011, korban gadis cilik usia enam tahun asal Kabupaten Bantaeng.
5. 27 Mei 2011, korban bayi perempuan usia delapan bulan asal Kabupaten Bantaeng.
6.  8 Agustus 2011, korban gadis cilik usia tujuh tahun asal Kabupaten Bantaeng.
7.  9 Januari 2012, korban gadis cilik asal Janeponto
8. 10 Maret 2012, korban gadis cilik usia delapan tahun asal Kabupaten Bantaeng.

Modus yang digunakan pelaku pun nyaris serupa. Korban diculik dari tempat tinggal di pesisir pantai dan dianiaya. Keesokan hari, korban ditinggalkan di daerah tak terlalu jauh dengan kampung atau tempat tinggalnya. Berbekal data yang ada, tim Sigi Investigasi mencoba menggali informasi lebih dalam baik dari warga maupun polisi.

Beragam pendapat mengemuka dari warga yang sangat resah dengan adanya kejadian ini. Bahkan ada pendapat warga yang cukup ekstrim dengan mengaitkan mistik sebagai modus pelaku.

Masyarakat yang resah membuat aparat penegak hukum pun dibuat pusing tujuh keliling seakan tak berdaya. Terlebih, tujuh peristiwa penganiayaan anak di wilayah Bantaeng belum juga terungkap.

Pengungkapan melibatkan kesaksian korban sudah dijalani. Sayangnya, keterangan korban yang masih anak-anak tak cukup kuat di pengadilan. Hal ini dikemukakan sejumlah ahli hukum hingga jaksa.

Mencari benang merah persoalan yang melibatkan anak-anak ini sangat tak mudah. Salah satu cara yang masuk akal meminta psikolog anak yang menangani empat kasus pertama mendampingi mereka. Hal ini diharapkan ada petunjuk berharga yang mengarah ke pelaku.

Namun, penjelasan korban dengan segala sifat anak-anaknya dianggap meragukan. Psikolog anak menjadi sangat penting untuk memastikan kebenaran dari kesaksian korban. Menurut psikolog, korban anak dalam kasus ini tidak berimajinasi. Mereka mengungkapkan tragedi yang mereka alami.

Pencarian fakta berlanjut, kampung tempat korban terakhir dikunjungi di Bantaeng. Ironisnya, kampung ini sangat dekat dengan pusat pemerintahan daerah. Di sini rekontruksi kejadian dibangun, mencoba mengikuti jejak saat si anak dibawa pergi pelaku. Dari sini muncul dugaan, pelaku masuk dari belakang rumah kemudian keluar membawa si anak dari pintu depan.

Hal ini cukup janggal sebenarnya, karena pelaku terlihat sangat berani mengambil risiko. Terlebih melewati jalan dengan beberapa rumah berpenghuni di sekitarnya. Risiko ketahuan sangat besar. Pelaku kemudian diduga mengarah ke belakang menuju tepi pantai. Penerangan kampung yang minim memang sangat mendukung gerak pelaku.

Korban mengaku sebelum dinaikkan ke perahu sempat dibawa ke WC umum yang sudah tak terpakai. Beberapa meter dari tempat perahu bersandar dan disekap beberapa saat. Fakta mengerucut ke beberapa hal yang diharapkan bisa membantu mengungkap kasus.

Polisi mengatakan selain pola penculikan yang sama, ada juga kesamaan lain pada beberapa korban. Mulai dari korban yang semuanya anak perempuan, tinggal di kampung yang sama, korban yang masih berteman di sekolah yang sama bahkan ada beberapa korban yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Bukan tidak mungkin pelaku paham betul dengan situasi lingkungan dan target anak yang menjadi korban.

Sejumlah ibu takut dengan terjadinya kasus penculikan dan kekerasan di Bantaeng. Mereka kerap bangun tidur di tengah malam hingga tak tidur semalaman.

Data yang ditemukan tim di lapangan kami coba konfrontir ke Kriminolog Adrianus. Menurut dia jika dikategorikan prilaku kejahatan, penculikan merupakan kejahatan yang butuh kemampuan terlebih korbannya anak- anak. Artinya menculik disertai kekerasan bukan perkara gampang.

Namun sebaliknya, dalam kasus ini pelaku cukup lihai tak meninggalkan jejak maupun barang bukti. Kecuali korban yang masih dalam keadaan hidup usai mengalami tindak kekerasan. Aparat memprediksi pelaku lebih dari satu orang.

Dugaan dan fakta semakin menyempit dari sebelumnya. Pertama jika dilihat lebih dalam tentang jenis kelamin korban, perempuan. Hal ini bisa saja membuktikan kemungkin motif seksual masuk di dalamnya. Karena motif lainnya seperti  ekonomi berupa minta uang tebusan, tidak dilakukan.

Kedua, korban dibiarkan hidup. Sebenarnya ini memberikan peluang risiko si pelaku untuk diketahui identitasnya. Seluruh fakta memunculkan kejanggalan-kejanggalan tak lazim untuk kasus penculikan. Hal ini mencuatkan spekulasi baru.

Ni Made Martini dari Pusat Kajian Perlindungan Anak mengatakan anak perempuan sebagai simbol harga diri dan kesucian. Kasus ini tidak menutup kemungkinan dilakukan karena motif dendam, misalnya. Pelaku biasanya bertujuan ingin merusak satu komunitas atau keluarga.

Kriminolog Adrianus menambahkan dalam kasus ini biasanya penculik memperlihatkan diri namun korban dan keluarganya tak menyadari. Menurut Adrianus, jika kasus ini diselidiki secara mendalam maka akan ketahuan sang pelaku.

Namun, fakta dan analisis seputar kasus penculikan dan penganiayaan ini tetap saja belum sepenuhnya membuka tabir misteri kasus ini. Keluarga korban dan masyarakat pun berharap polisi bisa segera menguak kasus yang meresahkan mereka dan mengadili sang pelaku dengan hukuman setimpal.(ADI/AIS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini