Sukses

Kejaksaan Agung Usut Kasus Korupsi Chevron

Tim pidana khusus Kejaksaan Agung memeriksa tiga orang saksi dari delapan saksi yang dijadwalkan dalam kasus dugaan korupsi proyek pemulihan kembali tanah yang terkena limbah Chevron

Liputan6.com, Jakarta: Tim pidana khusus Kejaksaan Agung memeriksa tiga orang saksi dari delapan saksi yang dijadwalkan dalam kasus dugaan korupsi proyek pemulihan kembali tanah yang terkena limbah dari penambangan minyak atau bioremediasi oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang terjadi di Propinsi Riau.

"Dimintai keterangan sebagai saksi delapan orang. Namun, hanya tiga yang memenuhi panggilan yakni  YP dan YD dari PT CPI dan HAF dari KLH (Kementerian Lingkungan Hidup)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum M Adi Toegarisman di Kejagung, Jakarta, Senin (19/3).

Sementara lima orang saksi lainnya dijadwalkan akan diperiksa penyidik di antaranya AR, JW, GM, SA, dan SIC. Namun Adi, enggan merinci identitas lengkap para saksi tersebut. Ia menyatkan saksi dipanggil penyidik tersebut berasal dari BP Migas dan PT CPI. "Besok (Selasa) lima orang diperiksa sebagai saksi AR, JW, JMR, SA, SIC dari BP Migas dan CPI. Panitia semua, (pemeriksaan) masih awal, prosedur pengadaan," ujarnya.

Untuk diketahui proyek bioremediasi fiktif itu menelan biaya senilai US$270 Juta atas sekitar Rp2,45 Triliun yang digarap sejak  2003. Proyek itu diduga telah merugikan negara sekitar US$23,361 juta atau setara Rp210,25 miliar. Dalam proyek itu BP Migas ditunjuk sebagai wakili pemerintah RI dalam kaitan kontrak dengan Chevron.

Sebelumnya, penyidik Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dugaan tindak pidana korupsi, terkait proyek lingkungan hidup yang dilakukan perusahaan asal Perancis itu. Tujuh tersangka itu terdiri dari lima tersangka dari Chevron yaitu Endah Rubiyanti (ER), Widodo (WD), Kukuh (KK), Alexiat Tirtawidjaja (AT) dan Bachtiar Abdul Fatah (BAF).

Sedangkan dua tersangka lain dari perusahaan swasta yaitu Ricksy Prematuri (RP) selaku Direktur perusahaan kontraktor PT Green Planet Indonesia (PT GPI) dan Herlan (HL) selaku Direktur PT Sumigita Jaya

Penggarapan proyek bioremediasi itu berlangsung dari sejak 2003 sampai 2011 dengan anggaran US$270 juta. Saat melakukan kegiatan bioremediasi itu terdapat dua perusahaan sebagai pihak ketiga yakni PT GPI dan PT SJ. Namun, kedua perusahaan itu ternyata tidak memiliki atau memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah.

Kedua perusahaan tersebut hanya perusahaan/kontraktor umum sehingga dalam pelaksanaannya proyek tersebut ternyata fiktif belaka. (ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini